Berita
DPPP Mulai Bangun 50 Unit Rumah di Kronjo
Dinas Perumahan dan Permukiman dan Pemakaman (DPPP) Kabupaten Tangerang melalui Unit Pelayanan Kecamatan (UPK) Kronjo akan membangun rumah kumuh menjadi rumah layak huni. Sebanyak 50 rumah kumuh di Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, pekan depan mulai dibedah.
Ketua UPK Kecamatan Kronjo Ahmad Satibi mengungkapkan, program gerakan bersama masyarakat mengatasi pemukiman kumuh dan miskin (Gebrak Pakumis) melalui bantuan stimulan rehabilitasi rumah tidak layak huni (BSR2TLH), tahun ini menyasar 50 rumah kumuh di Kecamatan Kronjo untuk yang dibedah.
Rumah yang akan dibedah melalui BSR2TLH ini, tersebar sebanyak 25 rumah di Desa Pasir dan 25 rumah di Desa Pagedangan Ilir. Di dua desa tersebut masih banyak rumah kumuh berbasis kawasan, yang patut direhab melalui program Gebrap Pakumis ini.
“Secara keseluruhan di wilayah Kronjo masih ratusan rumah kumuh yang butuh bantuan untuk bedah rumah. Setiap tahun kami melaksanakan pembangunan bedah rumah sekitar 50-80 rumah dari Pemkab Tangerang,” terang Tibi sapaan akrab Ahmad Satibi disela sosialisasi di Desa Pasir dan Pagedangan Ilir, Senin (31/8/2020).
Menurut Satibi, pembangunan 50 rumah melalui gebrak pakumis tahun ini akan dimulai pekan depan.
“Peletakan batu pertama insyaallah akan dipimpin langsung oleh pak Camat Kronjo,” terangya.
Tim Ahli (TA) Program Gebrak Pakumis Kabupaten Tangerang Chamdani menambahkan, program Gebrak Pakumis ini telah berjalan sejak tahun 2012 silam dengan membangun 1000 unit rumah setiap tahunnya. Masyarakat yang tinggal di rumah kumuh diberkan bantuan stimulan untuk rehabilitasi rumah. Selain itu Pemkab Tangerang juga memberkan bantuan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) agar masyarakat menjalankan pola hidup bersih dan sehat.
“Saya berharap masyarakat bisa memelihara bantuan rumah dari Pemkab Tangerang ini. Sehingga program Gebrak Pakumis akan terus berlanjut setiap tahunnya. Sehingga kedepan tidak ada lagi kawasan rumah kumuh di Kabupaten Tangerang,” tandasnya.
Chamdani menambahkan, mengingat bantuan BSR2TLH ini sifatnya hanya stimulan, maka diharapkan ada swadaya pembangunan dari masyarakat. Misalnya pembuatan pondasi rumah yang harus dibuat sendiri oleh penerima manfaat dan lainnya. Bahkan jika bangunan tidak sesuai dengan ukuran yang ditetapkan, yakni 6×6 meter persegi, maka segala biaya tambahan harus ditanggung oleh pemilik rumah itu sendiri.
“Ini juga perlu dijelaskan, pemerintah hanya mengalokasikan anggaran untuk membangun rumah 6×6 meter dengan 1 kamar. Dinding dari bata ringan, atap dari asbes dan plester serta cat hanya dibagian depan. Jika ingin lebih dari itu maka harus ada dana swadaya dari masyarakat,” tandasnya. (Sam)
