Beranda Berita Pesan Penerbang Tempur Sukhoi Red Bee, Agar Sukses: Belajar, Berpikir Positif,  Berdoa dan...

Pesan Penerbang Tempur Sukhoi Red Bee, Agar Sukses: Belajar, Berpikir Positif,  Berdoa dan Jalin Silaturahim

0

 

Bila kita memiliki cita-cita atau tujuan hidup, maka segera lakukan semaksimal mungkin, agar keinginan kita segera tercapai. Namun, bila tidak tercapai, maka serahkanlah semua itu pada yang Maha Kuasa.Artinya, itu bukan jalan kita, tetapi kalau kita tidak mencoba, kelak kita akan menyesal dan ternyata setelah menyadari kita sudah terlambat untuk memulai lagi.

Konsep “Hablum Minallah dan Hablum Minannas”, ia sampaikan kepada para junironya di TNI AU. Pola “Hablum Minallah” adalah bagaimana manusia berhubungan dengan sang maha pencipta Allah SWT dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sementara, “Hablum Minannas” adalah konsep dimana individu manusia menjaga hubungan baik dengan individu atau kelompok manusia lainnya.

“Itulah yang saya sampaikan kepada Pasis Seskoau. Hubungan antar manusia ini yang coba saya tanamkan kepada teman-teman Pasis dan adik-adik junior. Mempererat tali silaturahim penting dan akan menjadi dikenal banyak orang dan jangan lupa, selalu berpikir positif, “ ujar Komandan Seskoau Marsda TNI Widyargo Ikoputra, S.E., M.M., saat ditemui di kantornya, Seskoau, Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (14/4/22).

“Jangan terlalu banyak tidur, berusahalah, never give up (jangan pernah menyerah), karena keberhasilan itu tinggal selangkah lagi, tetapi kalau kita berhenti, tujuan tidak akan tercapai. Selama kita berjalan terus, apakah masih ratusan kilometer, kita getting there (hampir disana), karena kita masih berjalan dan tidak menyerah, tapi kalau berhenti, kita tidak akan sampai,” pesan penerbang tempur dengan call sign “Red Bee” ini.

Ia mengisahkan, bahwa dulu ayahnya adalah seorang yang bekerja di dunia penerbangan, tepatnya di Garuda Indonesia dan Pelita Air Service. Keinginan untuk masuk TNI Angkatan Udara mulai terasa pada tahun 1986. Banyak pengetahuan dan doktrin tentang kedirgantaraan dari sang ayah tertanam dalam jiwa raganya.Sejak muda, ia sudah mengikuti ayahnya terbang dengan menggunakan pesawat.

Waktu itu, sekitar tahun 1986 digelar Indonesia Airshow di Bandara Kemayoran, Jakarta. Dalam pameran itu, turut memeriahkan akrobat di udara dari Red Arrows (British Airforce), Royal Jordanian dan Mirage 2000 dari Perancis. Ia berdecak kagum melihat bagaimana pesawat-pesawat tempur itu bermanuver. Ayahnya, memberikan dukungan dengan membelikan buku-buku dan film-film tentang pesawat tempur.

“Saya dapat buku, film dari almarhum bapak saya, itu barangkali yang membuat cara berpikir saya untuk menjadi penerbang tempur dan alhamdulilah tercapai, “ terang Marsda  TNI Widyargo Ikoputra.

Untuk menggapai cita-citanya, ayahnya yang merupakan lulusan Politeknik Penerbangan Indonesia, di Curug, Pondok Cabe, Tangerang, kemudian mendaftarkannya masuk sekolah penerbangan dan lulus tes masuk. Namun ia menyampaikan kepada sang ayah, bahwa dirinya ingin menjadi penerbang tempur dan salah satu caranya adalah dengan bergabung di Akademi Angkatan Udara (AAU), sehingga ia mendaftar di Kodam Jaya, Jakarta Timur.

“Saya bilang ke ayah saya, kalau tidak Angkatan Udara, saya tidak mau,”” tuturnya.

Kemudian ayahnya memintanya untuk membuat empat pilihan kesatuan lain, untuk berjaga-jaga jika seandainya tidak lolos tes AAU. Ia disarankan membuat pilihan yang kedua atau ketiga, saat itu Angkatan Udara, Angkatan Laut, Angkatan Darat dan Polri masih tergabung dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

“Saya tidak mau, tetapi harus begini-begini, ya sudah terserah bapak, saya bilang, isi saja. Akhirnya  diisi, kalau tidak salah, pilihan kedua Angkatan Darat, ketiga Angkatan Laut, dan keempat Polisi. Itupun yang mengisi formulir adalah panitianya,” ujarnya.

Singkat cerita, ia lolos AAU dan lulus pada 1992 dengan pangkat Letnan Dua, mendengar itu, ayahnya bangga dan senang, karena sesuai dengan keinginan sang anak.

“Tujuan kamu itu fighter penerbang tempur, hati-hati, jaga kesehatan, jaga mata dan sebagainya, “ begitu pesan ayahnya.

Ia selalu ingat pesan ayahnya untuk menjaga kesehatan selama tiga tahun enam bulan belajar dengan sungguh-sungguh, dimana hanya lima orang yang lolos menjadi penerbang pesawat tempur.

“Jadi selektif sekali, saya benar-benar jaga diri, saat itu, karena ada tujuan yang ingin dicapai,” ujarnya lagi.

Setelah lulus sekolah penerbang, Ia masuk Skadron Udara 14 dengan pesawat tempur F-5 Tiger. Skadron Udara 14 Tempur disingkat (Skadud 14) merupakan Satuan Tempur Buru Sergap dibawah kendali Wing Udara 3 Tempur, Lanud Iswahjudi, Maospati, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, dengan call sign “Eagle 72” atau E-72.

“Yes, jadi penerbang tempur. Walaupun banyak tantangannya saat menerbangkan pesawat tempur. Ternyata tidak semudah apa yang kita bayangkan pada saat kita melihat pesawat tempur itu bermanuver,” kata Iko.

Dia ingat sekali, saat masih muda, pada 1986 menonton pameran pesawat di Kemayoran, Jakarta dan sepuluh tahun kemudian (1996) ia sudah berpangkat Letnan Dua TNI AU dan menjadi Liaison Officer (LO) Indonesia Airshow (IAS) di Cengkareng, Jakarta. Ia bertugas mengoordinasikan kegiatan dan komunikasi di antara orang-orang, lembaga, dan organisasi.

Waktu itu, Widyargo Ikoputra, berpangkat Letnan Dua dan menjadi LO dari The Royal Australian Air Force (RAAF) Roulette Aerobatic (Australia). Ia melihat, saat itu “The Red Arrows” (Inggris) diperbolehkan terbang dengan joy flight (terbang berputar-putar), kemudian ada LO dari Sukhoi serta ada beberapa pesawat tempur lainnya juga diperbolehkan terbang.

“Sedangkan Roulette tidak boleh terbang. Hanya bagian saya yang tidak diperkenankan, saya bertanya kepada leader teamnya, mengapa yang lain ada joy flight, saya tidak, saya tanya dengan Wing Commander Warren Mason. Suatu saat pesawat itu akan saya terbangkan, saya bilang seperti itu. Maka pada tahun 2003, ucapan itu terbukti, saya menerbangkan pesawat Roulette saat saya sekolah instruktur pesawat di Australia,” bebernya.

Menjadi penerbang tempur junior ia jalani sampai dengan tahun 2003 saat sekolah intsruktur di Australia. Saat pulang ke Indonesia, ia diminta mengajar di Sekolah Penerbang TNI Angkatan Udara di Yogyakarta selama dua tahun (2003-2005). Setelah itu, pindah ke Skadron Udara 11, Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan dan menerbangkan  pesawat tempur Sukhoi buatan Rusia.

“Sejak tahun 2005, saya menerbangkan pesawat tempur F-5 Tiger ke Sukhoi SU-27. Saya melanjutkan karir saya di Skadron 11 sampai menjadi Komandan Skadron di tahun 2008, kemudian saya menjabat Komandan Skadron 11 di Makassar,” ungkap Iko yang saat itu memiliki call sign “Thunder 136”.

Karena saat itu jam terbangnya belum banyak, maka pada April 2008, Ia diberi kesempatan untuk menambah ilmu tentang pesawat Sukhoi di Rusia selama empat bulan. Saat itu masih menjabat sebagai Komandan Skadron 11, Ia kemudian diberangkatkan ke Rusia untuk belajar weapon (senjata) dan instruktur.

Dua bulan pendidikan di Krasnodar yang berada sebelah barat tengah Rusia, di Ground School dengan cuaca dingin tiga derajat celcius. Kemudian pindah ke Kusovskaya Aviation Base, jika naik bus akan ditempuh sekitar tiga jam perjalanan. Disana ia belajar bagaimana terbang dengan Sukhoi SU-27 yakni menerbangkan pesawat sukhoi bersenjata.

Setelah itu, ia kembali ke Indonesia. Barulah timbul rasa percaya diri, bahwa dirinya adalah penerbang tempur Sukhoi. Karena, seluruh penerbang Sukhoi saat itu belum terlalu yakin dengan kemampuannya. Hal itu disebabkan pesawat Sukhoi masih relatif baru dan masih perlu banyak belajar cara menerbangkannya. Saat itu ia menjabat Danskadron yang kemudian menyiapkan penerbang-penerbang tempur berikutnya.

Selama satu tahun delapan bulan menjadi Komandan Skadron, ia lalu pindah ke Seskoau menjadi Perwira Penuntun (Patun) di tahun 2010 dengan pangkat Letnan Kolonel. Disaat itu pula, ada pergantian atau pertukaran Patun. Ketika itu, Dosen Angkatan Udara Australia mengajar di Seskoau selama dua tahun, dan Dosen Seskoau mengajar di Australia selama dua tahun pula.

“Karena saya punya latar belakang sekolah instruktur di Australia dan mantan Komandan Skadron, kemudian mengikuti tes bahasa Inggris, Alhamdulillah lulus, saya hanya sebentar di Seskoau dan langsung berangkat ke Australia selama dua tahun. Tahun 2010-2011, saya berada di Australia menjadi Exchange Guidance Officer,” urainya.

Kembali dari Australia 2012, ia kemudian mendapat promosi jabatan sebagai Kepala Dinas Operasi dan kembali ke Makassar untuk promosi dari pangkat Letnan Kolonel ke Kolonel. Setahun disana, Ia mendapatkan promosi menjadi Kalambagja Kotama Operasi, di Makassar dan pindah lagi ke Lanud Iswahjudi tahun 2014 menjadi Komandan Wing 3 Lanud Iswahjudi yang membawahi 3 skadron yakni Skadron 14, Skadron 15 dan Skadron 3.

“Jadi saya kembali lagi ke Lanud kelahiran saya dulu, selama setahun. Kemudian sekolah lagi Sesko TNI di Bandung tahun 2015  selama tujuh bulan. Setelah lulus mendapat promosi jabatan Komandan Lanud di Merauke satu tahun, setelah itu ada pendidiikan yang lebih tinggi lagi yaitu Lemhannas,” ucap alumni AAU 1992 ini.

Bila mengikuti keinginan pribadinya, Ia ingin sekali mengenyam pendidikan di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), namun, sayang saat itu untuk alumni 1992, belum dapat mengikuti pendidikan, karena saat itu masih diikuti alumni tahun 1989-1990 yang merupakan senior.

Pada saat itu ada kesempatan mengikuti seleksi pendidikan setara Lemhannas di luar negeri, lalu Ia mengikuti seleksi dan lulus. Jadi, setelah dari Lanud Merauke, Ia terbang ke Amerika Serikat untuk mengikuti pendidikan setara dengan Lemhannas yakni di “Air War College” di Maxwell Air Force Base (AFB), Alabama, United States of America (USA), selama setahun.

Usai pendidikan di Amerika Serikat, Ia lalu kembali ke Mabes TNI AU menjadi Paban I dan II. Pada Oktober 2018, ia kemudian mendapatkan promosi jabatan Bintang Satu sebagai Komandan Lanud Iswahjudi, Magetan, Jawa Timur, dan Ia pun kembali lagi.

Dua tahun tiga bulan disana, ia pindah lagi ke Makassar untuk jabatan Kepala Staf  Komando Operasi TNI Angkatan Udara (Kas Koopsau II) Makassar selama sembilan bulan (2021) dan pada Oktober 2021 menjadi Komandan Seskoau dengan pangkat Bintang Dua sampai sekarang. Jadi tepat tiga tahun kemudian, dari Bintang Satu ke Bintang Dua, kembali lagi ke Seskoau.

“Karir cemerlang yang dicapai selama ini, bukanlah dilakukan dengan cara duduk-duduk santai, tapi diperlukan kerja keras dan doa yang kuat. Saat jam Komandan di Seskoau, saya selalu tampilkan tour of area saya sejak pangkat Letnan Dua sampai Bintang Dua, agar menjadi penyemangat untuk Pasis Seskoau,” tutup Komandan Seskoau Marsda TNI Widyargo Ikoputra, S.E., M.M. (MRZ)