Slamet Sufyan yang akrab dipanggil Slamet memulai perjuangan berliku sejak di bangku sekolah dasar, SD Kresna Madiun.
Berjalan sejauh lima kilometer dari rumah ke sekolah adalah hal yang biasa ditempuhnya untuk mengenyam pendidikan. Namun tekadnya tidak pupus meski setiap hari harus melewati sungai, tebing-tebing, dan persawahan dengan tapak kakinya.
“Saya sekolah saat SD itu jalan kaki sepanjang lima kilometer. Setiap hari saya melewati sungai. Saat musim hujan dan sungai penuh, celana dan sepatu itu sampai basah,” jelas Slamet Sufyan, Kepala Sekolah TK Ketilang di Komplek UIN Syarif Hidayatullah, Jl. Ibnu Batutah, RT 003 RW 006, Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel).
Setelah melewati sungai, dirinya melewati persawahan yang sangat luas. Tidak jarang badannya gatal-gatal setibanya di sekolah, karena terkena daun tebu yang melintang di jalanan. Namun ia seolah-olah menghiraukan perjuangannya yang harus melewati sungai, tebing-tebing, atau bahkan persawahan demi pendidikan.
“Setibanya di sekolah saya garuk-garuk badan soalnya kan jalan lewat sawah. Nah, di sawah itu ditanami tebu. Tau sendiri bagaimana gatalnya kalau kena kulit. Lalu karena jauhnya sekolah yang saya tempuh, guru sampai hafal dengan saya karena saya setiap hari telat,” tambah pria kelahiran Madiun, 08 Agustus 1968 itu.
Kemudian saat kelas dua MTs, ia ditinggal oleh ayahnya karena menderita sakit jantung. Sehingga, ia memutuskan untuk turut serta dengan paman ke Lumajang untuk melanjutkan sekolah.
“Saat kelas dua MTs ayah saya meninggal dunia karena sakit. Lalu saya putuskan untuk ikut paman melanjutkan sekolah”, terang Slamet.
Kehilangan orang tua bukan berarti akhir dari perjuangan sehingga. Lumajang yang kemudian menjadi tempat persinggahan menuntut ilmu SPGN TK. Selepas lulus SPGN pada tahun 1987 ia melamar kerja di TK Ketilang.
“Saya yakin saja saat melamar ke TK Ketilang setelah lulus SPGN meskipun banyak saingannya. Dengan bermodal skill saya yakin bisa dan alhamdulillah diterima”, imbuh Slamet.
Mula-mula ia menjadi seorang TU lalu guru tari, guru piket, dan setelah itu menjadi guru kelas (1991). Pada saat di TK Ketilang ia tidak berhenti pada pendidikan SPGN namun ia melanjutkan S2 di UNINDRA tahun 2015. Sempat juga ia kuliah S1 di UMJ jurusan PAI, Tarbiyah dan lulus tahun 1997. Selain itu juga pernah mengenyam pendidikan di STBA (Sekolah Tinggi Bahasa Asing) dan lulus tahun 2005.
Saat ini mengambil S1 agar linier yaitu PGRA. Kini ia pun menjabat sebagai kepala sekolah TK Ketilang.
“Menjadi kepala sekolah masih dua tahun dan satu periode adalah tiga tahun. Saya masih harus banyak belajar lagi, karena masih minim pengalaman juga,” terangnya dengan rendah hati. (Ana)