Ketegangan di Semenanjung Korea masih berlanjut. Sempat terjadi penurunan suhu ketegangan beberapa saat setelah pemerintahan baru di Republik Korea atau Korea Selatan terbentuk. Presiden Moon Jae-in diperkirakan akan mengambil sikap bersahabat yang kurang lebih sama dengan dua pendahulunya, Kim Dae-jung yang berkuasa antara 1998 hingga 2003 dan Roh Moo-hyun (2003-2008).
Namun, keberhasilan uji coba peluru kendali antar benua atau Intercontinental Ballistic Missile (ICBM) Hwasong-14 yang dilakukan Republik Rakyat Demokratik Korea atau Korea Utara awal Juli lalu kembali meningkatkan suhu ketegangan di Semenanjung Korea. Uji coba ini menuai reaksi keras dari Amerika Serikat dan negara-negara lain di dunia dan dikhawatirkan bisa menjadi pemicu perang baru.
Terlepas dari perkembangan terakhir itu, menurut Ketua Kehormatan Panitia Reunifikasi Damai Korea, Rachmawati Soekarnoputri, tetap masih ada peluang bagi Korea Utara dan Korea Salatan menciptakan perdamaian abadi di Semenanjung Korea.
Rachma menyampaikan keyakinannya itu usai melakukan pertemuan dengan diplomat senior Kedutaan Besar Korea Selatan, Kim Sang-bum, yang mengunjungi Rachma di ruang kerjanya di Universitas Bung Karno (UBK), di Cikini, Rabu siang (12/7/2017).
Menurut Rachma, perdamaian abadi dan reunifikasi Semenanjung Korea adalah kewajiban konstitusional yang diemban kedua negara. Merujuk pada pertemuan pemimpin kedua negara di tahun 2000, Rachma mengatakan, sudah ada kesepakatan ke arah penyatuan damai tanpa keterlibatan kekuatan asing.
“Saya yakin, masih ada peluang bagi Korea Utara dan Korea Selatan untuk bersatu dan menciptakan perdamaian abadi di Semenanjung Korea. Kita perlu tetap menjaga optimisme itu dan memberi kesempatan kepada kedua negara menyelesaikan persoalan di antara mereka secara independen tanpa gangguan dari negara lain,” ujar putri Bung Karno itu.
Rachma melanjutkan, berbagai tindakan dan pernyataan dari kedua negara adalah bagian dari dialog besar yang mereka lakukan sejak Perang Korea berakhir 1953.
Dalam pertemuan itu Rachma didampingi oleh Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Lemlitbang) UBK, Eko Surjosantjojo, Ketua Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea (PPIK) Ristiyanto dan Sekjen PPIK Teguh Santosa.
Rachma menilai, wajar apabila dunia internasional khawatir melihat kemampuan persenjataan Korea Utara akhir-akhir ini. Tetapi di sisi lain, harus dipahami pula bahwa sebagai sebuah negara yang terisolasi dan dikelilingi oleh kekuatan-kekuatan besar di sekitarnya, Korea Utara merasa perlu untuk mempersenjatai diri.
“Ini security dilemma (dilema keamanan). Suasana damai di Semenanjung Korea tidak bisa dibebankan hanya kepada Korea Utara. Pihak-pihak lain yang selama ini menggelar kekuatan di Semenanjung Korea juga punya kewajiban yang sama,” sambung mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu merujuk pada latihan militer yang kerap dilakukan Korea Selatan bersama Amerika Serikat di kawasan.
Menurut Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan UBK, Eko Surjosantjojo, pihaknya dihubungi Kedutaan Korea Selatan. Minister Kim Sang-bum datang untuk menyerahkan salinan pernyataan Presiden Moon Jae-in yang disampaikan di Berlin, Jerman, pekan lalu, yang berisi komitmen Korea Selatan menyelesaikan persoalan di Semenanjung Korea.
Dalam pernyataan itu Moon Jae-in menyampaikan kekecewaan atas uji coba ICBM yang dilakukan Korea Utara. Moon mengatakan, Korea Selatan tidak ingin melihat Korea Utara hancur (collapse) dan tidak ingin penyatuan kedua negara terjadi dengan absorbsi atau penyerapan (unification by the other). Di saat yang sama, Moon Jae-in juga mengatakan mereka tidak akan melakukan unifikasi dengan kekuatan bersenjata.
“Mr. Kim (Sang-bum) ingin menemui Ibu Rachma setelah membaca berita bahwa Ibu Rachma akan berkunjung ke Korea Utara dan bertemu dengan Presiden Korea Utara. Mr. Kim memohon agar Ibu Rachma berkenan menyampaikan isi dari pernyataan Presiden Moon Jae-in dalam pertemuan dengan Presiden Kim Yong Nam nanti,” ujar Eko.
Eko menambahkan, dalam pertemuan itu, diplomat Korea Selatan juga menanyakan kesediaan Rachma memediasi kedua negara.
“Ibu Rachma bersedia bila dipercaya, dan sebetulnya, perdamaian abadi itulah yang selama ini menjadi concern beliau,” demikian Eko.(rls)