Oleh: Arif Wahyudi, ME., AK., CA. – Dosen Pendidikan Anti Korupsi PKN STAN*)
Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah.
Hibah Uang merupakan transaksi unik yang berbeda dengan transaksi belanja Pemda lainnya. Hibah Uang tidak memerlukan kontra prestasi langsung dari Penerimanya berupa barang atau jasa yang kemudian menjadi milik Pemda. Bila transaksi pengadaan barang/jasa tunduk pada Standar Biaya Umum (SBU), maka Hibah Uang dipertanggungjawabkan sesuai proposal yang diajukan. Bila dalam transaksi pengadaan barang/jasa ada berita acara serah terima barang/jasa sebagai syarat pembayaran, maka dalam Hibah Uang, Proposal Hibah dan Nota Perjanjian Hibah menjadi dasar pembayaran (via transfer bank).
SelanjutnyaPenerima menyampaikan laporan pertanggungjawaban hibah kepada Pemda.
Menjelang Pilkada alokasi dana hibah biasanya meningkat tajam. Banyak kalangan menduga, hal ini ada hubungannya dengan pendanaan kampanye Calon Petahana. Beberapa kasus membuktikan dugaan tersebut valid. Keserakahan oknum dan pengemasan administrasi yang tidak rapi menjadi pintu masuk pelaporan oleh kelompok masyarakat kepada Aparat Penegak Hukum.
Dana Hibah Provinsi Banten
Dana Hibah Provinsi Banten adalah contoh sempurna kronisnya pengelolaan dana hibah Pemda, baik menjelang Pilkada mau pun tahun-tahun berikutnya. Tercatat di media, penyimpangan dana hibah Provinsi Banten terjadi tahun 2010 hingga 2015.
Fakta persidangan di tingkat Kasasi Korupsi Dana Hibah Banten tahun 2010 diberitakan bahwa Pejabat Pemprov Banten membobol APBD lebih dari Rp 3 miliar. Dengan cara sedemikian rupa, uang itu masuk ke kantong pribadinya dan diserahkan kepada Calon Petahana. Pejabat tersebut mengkondisikan sembilan yayasan yang akan menerima dana hibah, bahwa dana hibah itu akan diambil kembali 90 persennya.
Kesembilan yayasan itu menyanggupi dan ditransferlah uang Rp 3,7 miliar ke sembilan yayasan itu pada November 2010. Setelah itu, Pejabat tersebut lewat orang-orangnya mendatangi kesembilan yayasan itu untuk mengambil lagi 90 persen dana dari yang ditransfer. Uang itu lalu di-pool lewat tangan kanan Calon Petahana, yang dipergunakan untuk kegiatan roadshow Calon Petahana ke daerah-daerah dalam rangka sosialisasi pencalonan kembali. Pejabat tersebut dihukum 8 tahun penjara, dan dua anggota timnya dijatuhi hukuman masing-masing 17 bulan penjara. LSM masih tidak puas karena Calon Petahana tidak dihukum dan mendorong KPK untuk mengambil alih kasus ini.
Pola korupsi Dana Hibah Banten kembali berulang di tahun 2011. Staf Bagian Kesra Provinsi diberitakan memotong 80% hibah untuk Pesantren dan Majelis Ta’lim yang tersebar di Kabupaten Pandeglang. Sehari sebelum dilakukan pencairan oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Banten selaku bendahara umum daerah ke rekening lembaga, Terdakwa menghubungi saksi dan memberitahukan dana hibah yang akan diterima oleh lembaga hanya 20 persen, sedangkan 80 persen dikembalikan ke Biro Kesra Setda Provinsi Banten melalui Terdakwa.
Dana Hibah Pemprov Banten tahun 2012 juga disorot kalangan LSM karena banyak diberikan kepada lembaga yang dipimpin orang-orang dekat Calon Petahana. Aliran dana ini dipandang LSM tidak lepas dari upaya pemenangan Pilkada tahun 2012. Dana hibah Pemprov Banten tahun 2012 diproses di Pengadilan. Tipikor Serang.
Penyimpangan dana hibah kembali terjadi di tahun 2013. Di antara yang terseret dalam proses hukum adalah ketua LSM dan Ketua Yayasan Keagamaan. Ketua LSM dituduh membuat laporan pertanggungjawaban fiktif, sedangkan Ketua Yayasan dituduh memperkaya orang lain. Terdakwa Ketua Yayasan menjelaskan kronologis bahwa syarat hibah yang akan diterimanya adalah sebesar 60% dari jumlah 1,1 M harus dikembalikan kepada Pejabat Pemprov. Terdakwa Ketua Yayasan dituntut 3,6 tahun penjara.
Dana Hibah Pemprov Banten tahun 2014 dan 2015 juga disorot LSM. Hal ini didasarkan pada LHP BPK yang menyebut kerugian Negara sebesar 378 M. LSM mendorong KPK untuk menindaklanjuti potensi korupsi ini. Belum terpantau respons KPK atas dorongan ini.
Dana Hibah Pemkot Tangsel
Walau pun tidak seintensif sorotan terhadap Hibah Pemprov Banten, Hibah Pemkot Tangsel juga mendapat sorotan LSM. Sorotan pertama dana hibah tahun 2015 adalah kenaikannya yang signifikan dibanding dana hibah tahun sebelumnya. Bila alokasi hibah tahun 2014 adalah sebesar 29,5 M, alokasi hibah tahun 2015 adalah 105,3 M atau meningkat sebesar 75,7 M atau 256%. Sorotan terhadap meningkat tajamnya alokasi hibah juga berasal dari kontestan peserta Pilkada yang lain.
Sebagaimanadiketahui, tahun 2015 adalah tahun pelaksanaan Pilkada Tangsel.
Atas sorotan tersebut, Pemkot menjawab bahwa hibah yang diberikan sesuai koridor aturan dan kebutuhan untuk penyelenggaraan Pilkada. Di antara hibah yang diberikan adalah untuk KPUD 61,9 M, Panwaslu 8,3 M dan Polres 7,5 M. Hibah untuk Lembaga Masyarakat relatif tetap seperti tahun sebelumnya.
LSM juga menyoroti 22 lembaga penerima hibah yang diindikasi menjadi timses Petahana, dan menyatakan akan melaporkannya ke Panwaslu dan KPK pada tahun 2015. Waktu berlalu, Calon Petahana menang dan tidak terdeteksi adanya respons KPK atas laporan tersebut. Tuduhan belakangan ini (April 2017) terhadap Hibah Pemkot Tangsel 2015 adalah sinyalemen 21 lembaga penerimanya fiktif sehingga potensial merugikan Negara sebesar 6,5 M. Kembali LSM menyatakan akan melaporkannya ke KPK. Seperti apa respons KPK nanti? Kita tunggu saja.
*) pendapat pribadi, arifwahyudi1968@gmail.com