Komunitas Kolaborasi Publikasi Indonesia (KO2PI) membantu para dosen dan peneliti yang belum memiliki SCOPUS ID. Selain ilmu yang diperoleh, kolaborasi ini juga akan memperoleh kenalan baru yang bisa saja nantinya sebagai partner melakukan riset.
“Diharapkan dari tujuan mulia ini dapat menjadi penyemangat bahwa publikasi terindeks Internasional itu tidaklah sesulit yang dibayangkan,” ucap Ansari Saleh Ahmar melalui rilisnya diterima tangerangonline.id.
Ini terbukti dengan terbitnya paper dengan judul ‘Lecturers Understanding on Indexing Databases of SINTA, DOAJ, Google Scholar, SCOPUS, and Web of Science: A Study of Indonesians” yang ditulis oleh 605 penulis dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
“Tulisan ini diterbitkan pada Volume : 954 Tahun 2018, Journal of Physics: Conference Series dengan nama penerbit IOP Publishing, paper ini ditulis oleh 605 penulis dan ini sebagai tanda yang dapat dimaknai Indonesia 60 5copus “ pungkas Ansari, penulis pertama paper ini.
Dengan adanya paper ini maka semangat untuk menulis paper yang terindeks Internasional semakin menggelora, tentunya dengan mengedepankan kolaborasi sesuai dengan slogan dari KO2PI yaitu Giatkan Publikasi dengan Kolaborasi.
“Jika sulit melakukan publikasi sendiri, lakukan kolaborasi dengan teman atau sahabat atau dengan lainnya, sukses selalu Pendidikan Indonesia dan ingat “Giatkan Publikasi dengan Kolaborasi” untuk menuju Indonesia Cemerlang dan Bermartabat dari segi Publikasi,” tegas Ansari.
Juneman Abraham, Psikolog Sosial Universitas Bina Nusantara, salah satu dari penulis paper ini mengungkapkan bahwa satu hasil yang menonjol dari penelitian ini adalah bahwa dosen dan peneliti Indonesia jauh lebih mengenal indeksasi SINTA (Science and Technology Index) daripada Scopus.
“Yang menjadi titik kritis adalah implikasi penggunaan data indeksasi secara sosial-politik-ekonomi, seperti keputusan lembaga atau Pemerintah untuk melakukan promosi, menganugerahkan hibah, memilih untuk menggunakan produk ilmuwan tertentu berdasarkan statusnya dalam lembaga pengindeks, atau memberikan penghargaan kepada mereka yang dianggap sebagai wakil negara yang berjasa bagi pengembangan IPTEK,” katanya.
Sebuah kemajuan yang menarik, ketika Kementerian Ristekdikti telah membangun portal pengindeks yang mensintesiskan Google Scholar dan SCOPUS, yang diberi nama SINTA. SINTA kini menjadi sebuah kata yang sangat bermakna. SINTA bagi satu bagian masyarakat Indonesia, yakni masyarakat akademik, bukan hanya lagi istri dari Sri Rama dalam kisah pewayangan Indonesia, melainkan representasi dari reputasi ilmiah.
“Saya melihat SINTA bukan lagi hanya sosok yang menangis saat diculik oleh Rahwana dan pernah mengalami ujian kesucian diri, melainkan SINTA juga adalah tempat pertarungan interpretasi yang paling aktif dan dinamis dari para panutan akademik dan pengambil kebijakan publik di negeri ini,” imbuh Juneman.
Juneman menyarankan satu hal yang mendasar, dapat diistilahkan sebagai “Demokratisasi SINTA”. SINTA adalah milik kita; bahkan SINTA adalah kita (populasi penulis artikel ini). Oleh karena itu pemaknaan dan pengembangan SINTA paling logis diproses oleh kita sendiri, berdasarkan kebutuhan kita. Jangan lagi membiarkan SINTA “diculik” oleh pihak lain. Jangan lagi membiarkan SINTA “diuji” secara tidak layak oleh pihak-pihak yang tidak memahami.
“SINTA hendaknya tidak hanya memberikan satu analisis atau tafsir tunggal, melainkan ragam analisis yang dapat mengolah, membandingkan, dan menyatakan produktivitas dan reputasi ilmiah individu atau kelompok peneliti atau sebuah lembaga yang berkarier dalam penelitian berdasarkan parameter yang kaya,” katanya.
Kolaborasi besar dalam penulisaan paper ini, tidak dimaksudkan untuk mendapatkan KUM atau NILAI dalam kenaikan pangkat atau jabatan dosen dan peneliti melainkan menggugah semangat kolaborasi terutama untuk publikasi yang terindeks oleh pengindeks bereputasi sesuai tuntutan Kemenristekdikti,” ucap Nuning Kurniasih yang juga dosen Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran.
Ditambahkan Janner Simarmata salah satu pendiri KO2PI menuturkan kolaborasi ini adalah hal yang luar biasa yang dipernah dilakukan komunitas KO2PI.
“Sebagai salah satu pendiri, dengan terbitnya paper ini, maka ini membuktikan banyak hal yang bisa diambil dari kolaborasi,” kata Janner Simarmata yang juga dosen di Universitas Negeri Medan. (rls/kor)