Beranda Berita MUI Tangsel Perkuat Literasi Media Bagi Ormas Islam

MUI Tangsel Perkuat Literasi Media Bagi Ormas Islam

0

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Kamis (14/11/2019) menggelar Seminar bertajuk “Literasi Media Bagi Ormas Islam” di Serpong, Tangsel.

Hadir pada acara tersebut, Ketua MUI Tangsel, KH. Saidih, Walikota Tangsel, Airin Rachmi Diany, Kepala Kantor Kemenag Tangsel, Abdul Rojak, dan para peserta seminar berjumlah 90 orang dari unsur organisasi keagamaan di kota Tangsel.

Ketua MUI Tangsel KH Saidih menjelaskan kegiatan seminar ini merupakan program kegiatan terakhir MUI Tangsel yang merupakan program kegiatan Komisi Informasi dan Komunikasi periode sebelumnya.

Menurutnya seminar tersebut sangat penting diadakan mengingat banyaknya informasi di media yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

“Agama menegaskan jika datang berita khususnya dari orang fasik, maka harus diklarifikasi, dalam bahasa agama tabayyun dulu, jangan langsung dipercaya. Seringkali bahasa keadaan lebih fasih dari bahasa ucapan, seringkali ucapan atau tulisan itu tidak sesuai dengan kenyataannya,” ujarnya.

Kepala Kantor Kemenag Tangsel, Abdul Rojak, memberi apresiasi atas terselenggaranya seminar tersebut dalam rangka menyikapi media sosial yang dampaknya luar biasa.

“Media sosial sekarang ini dampaknya sangat luar biasa, bahkan bisa memutarbalikkan fatwa dan perang opini. Seperti yang terjadi baru-baru ini tentang salam lintas agama. Diharapkan seminar ini dapat menjadi masukan bagi Ormas Islam untuk menyikapi informasi yang berkembang di media sosial,” katanya seperti dilansir Kominfo Tangsel.

Dirinya juga menegaskan agar Ormas Islam cerdas menggunakan media sosial dan bisa mengklarifikasi bila informasi tersebut tidak benar.

“Jangan malah menjadi biang kerok dan saling menjatuhkan, tapi harus bijak dalam menyikapi informasi dari media sosial,” tegasnya.

Sementara itu, Walikota Tangsel, Airin Rachmi Diany mengajak generasi milenial untuk pandai-pandai menerima berita.

“Jangan mudah memforward berita, tapi harus cek and ricek sehingga tidak menjadi fitnah dan berdosa,” tuturnya.

Airin berharap dengan mengikuti seminar ini, para peserta dapat menularkannya kepada orang lain agar semakin bijak dalam menulis, membaca, dan memforward suatu berita.

Tiga Narasumber dihadirkan pada kegiatan seminar ini, yaitu Akademisi/Pengamat Politik, Gun Gun Heryanto, membawakan materi “Literasi Media Perspektif Komunikasi Politik,” Praktisi Literasi, Uten Sutendy, membawakan materi “Literasi Media Perspektif Praktisi Media”, dan Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, Hasanudin Ibnu Hibban, membawakan materi “Literasi Media Perspektif Ormas Islam”.

Narasumber pertama Gun Gun dalam paparannya menjelaskan bahwa Hoax adalah upaya menipu dengan menyebarkan informasi yang tidak berdasarkan fakta atau data, dengan tujuan memperdaya masyarakat dengan model penyebarannya yang masif.

“Ada beberapa ciri sebuah berita diduga Hoax, antara lain bersifat provokatif, website dan sumbernya tidak jelas, tidak memiliki standar jurnalistik, isinya adu domba, dan data yang diquote tidak merujuk kepada lembaga-lembaga yang kredibel,” terangnya.

Lebih lanjut dirinya menjelaskan bahwa Hoax paling yang paling sering dibuat adalah seputar politik dan isu sara.

“Politik dan Sara adalah yang paling banyak dibuat Hoax, di urutan berikutnya yaitu soal kesehatan, makanan dan minuman, lalu soal Iptek, yang disebarkan lewat berbagai macam media. Secara urutan terbanyak yaitu lewat Medsos, Aplikasi Chatting, Web, TV, Media, Email, maupun Radio,” paparnya.

Literasi sangat penting agar masyarakat memiliki kemampuan mendefenisikan kebutuhannya terhadap informasi, sehingga memiliki strategi pencarian, dan bisa mengevaluasi hasil akhir dari proses informasi.

“Komponen literasi adalah pengetahuan, skill, dan sikap. Ketiga hal ini sangat penting dalam menentukan apakah suatu berita harus diforward atau tidak, karena dengannya akan menimbulkan kesadaran data yaitu dengan sikap tabayyun,” jelasnya.

Sementara itu, Narasumber kedua, Uten Sutendy menjelaskan Islam adalah api semangat literasi bagi peradaban umat manusia. Melalui ayat pertama dalam Al Qur’an, Iqra, Islam ingin menegaskan bahwa yang terutama dan terpenting bagi umat dalam menjalankan tugas hidup sebagai khalifah ialah kemampuan membaca.

“Tentu membaca dalam pengertian yang luas. Bukan sebatas membaca teks buku atau tulisan-tulisan yang tertera dalam Al- Qur’an maupun kitab suci sebelumnya, melainkan membaca realitas kehidupan yang dipenuhi oleh tanda-tanda dan simbol-simbol kebesaran Sang Maha Pencipta,” terangnya.

Uten menambahkan bahwa bentuk literasi itu sendiri bermacam-macam, antara lain karya tulis buku ilmiah, novel, puisi, pantun, skenario, lagu, dan karya seni budaya, film, life skill public speaking, dan seni acting.

“Karya-karya literasi inilah yang menjadi cikal-bakal sekaligus ciri khas kemajuan peradaban umat Islam di masa kejayaan. Puncak kejayaan literasi di dunia Islam dicapai pada masa Bani Abbasiyah saat berdiri perpustakaan dan pusat kebudayaan Islam pertama bernama Baitul Hikmah di Kota Bagdad. Dilanjutkan dengan kejayaan di masa Bani Ummayah saat Sultan Al Hikam mendirikan pusat perpustakaan dan kebudayaan bernama Cordoba di Andalusia, di mana Sang Sultan tersebut menyumbang lebih dari 600.000 judul buku miliknya yang kemudian disimpan di perpustakaan tersebut,” paparnya.

Dirinya menjelaskan perlunya penguatan mindset, paradigma,bahwa literasi adalah alat perjuangan untuk membenahi kehidupan (dakwah).

“Yang tak kalah penting kita harus merumuskan “the new value of Islam” dalam menghadapi era milenial saat ini dan meningkatkan kemampuan life skill di bidang literasi, baik creative writing, public speaking, film, dan seni budaya,” ujarnya.

Dirinya menekankan untuk memaksimalkan kemampuan literasi dengan memanfaatkan ketersediaan jaringan media cyber sebgai alat perjuangan. Maka para aktivis Ormas Islam wajib menjadi pasukan cyber, cyber army (pasukan cyber) di bidang literasi.

Narasumber ketiga, Hasanudin Ibnu Hibban menjelaskan bahwa kemudahan akses informasi ini membawa dampak terhadap kehidupan manusia termasuk pada Organisasi Massa Islam (Ormas Islam). Lalu muncullah berbagai sikap manusia, seperti : masa bodoh (cuek), tergiring opini tertentu, resah akibat pemberitaan yang belum jelas kebenarannya, atau sikap kritis-analitis dalam menanggapi berbagai isu/pemberitaan di media.

“Pada kondisi seperti ini diperlukan literasi media, yaitu sebuah aktifitas yang bertujuan menjadikan individu menjadi “melek media” atau dapat diartikan sebagai memiliki pemahaman dan kecakapan terhadap akses, pengetahuan, dan informasi dari media yang digunakan,” terangnya.

Menurutnya, inti literasi media adalah usaha memberikan kesadaran kritis kepada khalayak ketika berhadapan dengan media. Kesadaran kritis menjadi kata kunci bagi gerakan literasi media. Karena literasi media bertujuan untuk memberikan kesadaran kritis terhadap khalayak sehingga lebih berdaya di hadapan media.

Dirinya menjelaskan sedikitnya ada 6 ayat yang menjelaskan tentang Literasi Islam, yaitu QS. Ali Imran/3: 44, QS. Al-Hujurat/49: 6, QS. Al-Isra/17: 36, QS. Al-Isra/17: 36, QS al-Ahzab/33: 70, dan QS. Qaf/ 50: 18.

“Dalam surat Qaf ayat 18 dijelaskan ‘Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir’. Ayat ini menjelaskan bahwa Malaikat Raqib dan ‘Atid akan mencatat apa saja yang kita ucapkan, baik mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan informasi dalam berbagai bentuk media. Ayat ini menunjukkan perlunya literasi media,” imbuhnya.

Kegiatan Seminar Literasi Media Bagi Ormas Islam ini mengundang 90 peserta dari berbagai unsur, antara lain MUI kecamatan, NU, Muhammadiyah, IPHI, LDII, DMI, BKRPMI, Fatayat NU, Aisyiyah, BKMT, Muslimat, IPNU, Ansor, dan HMB. (ris)