Sebanyak 1.406 ekor Ikan Koi dimusnahkan oleh Balai Besar Katantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Jakarta I karena ditemukan terinfeksi penyakit ikan karantina golongan I.
Ikan yang diimpor dari Jepang itu dimusnahkan dengan cara direndam menggunakan cairan formalin dan dikubur di Instalasi Karantina Ikan di Jalan Perimeter Selatan, Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang, Rabu, 17 Mei 2023.
Kepala BKIPM Jakarta I, Heri Yuwono mengatakan bahwa pemasukan Ikan Koi tersebut ke Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah dilengkapi sertifikat kesehatan dari negara asalnya.
“Setelah kita lakukan pengujian ulang terhadap ikan koi yang sebagian kondisinya sudah mati ini, ternyata ditemukan positif penyakit ikan karantina golongan I yaitu Carpedema virus disease (CEVD) atau Koi sleepy disease, maka kita musnahkan,” kata Heri di Bandara Soetta, Tangerang, Rabu (17/5/2023).
Heri menjelaskan, penyakit ikan Koi sleepy disease yang ditemukan pada Ikan Koi itu dapat mengancam budidaya ikan di Indonesia. Bahkan, penyakit ini menjadi ancaman bagi penggemar Koi dan budidaya ikan mas di seluruh dunia karena dapat menyebabkan penyakit dan tingkat kematian yang tinggi.
“Apabila sampai lepas ke wilayah kita atau ke perairan kita apalagi, tentunya akan membahayakan dan menjadi ancaman terhadap budidaya ikan mas, ikan koi, termasuk ikan koki,” jelas Heri.
Selain memusnahkan Ikan Koi, BKIPM Jakarta I juga memusnahkan ratusan kilogram media pembawa atau hasil perikanan yang pemasukannya tidak sesuai dengan ketentuan yang merupakan hasil penindakan periode Juli 2022-April 2023.
Diantaranya, 20kg cumi kering , 15kg cumi beku, 10kg daging gurita, 20kg daging kerang, 60kg ikan beku, 100kg ikan kering, 10kg kepiting China /Hairy Crab, 3kg labi-abi beku.
Selain itu, ada pula mackarel filet sebanyak 60kg, 85 ekor ikan hias Pleco & Corydoras, 40kg Sea urchin/uni, dan 5kg telur ikan tuna.
“Ikan konsumsi ini sebagian besar tujuannya ke restoran – restoran dan ada juga dibawa penumpang sebagai oleh-oleh untuk dikonsumsi sendiri. Karena tidak memenuhi ketentuan pemasukannya, tidak dilengkapi sertifikat dari negara asal, maka kita sita dan dimusnahakan,” tutur Heri.
“Biasanya memang kita lakukan dengan pembakaran kemudian kita kubur dari hasil pembakarannya, tapi karena ini di wilayah Bandara, kita menghindari ada potensi api. Sehingga kita melakukan metode lain, hari ini kita lakukan perendaman dengan formalin kemudian setelah kita rendam dengan formalin baru kita kubur,” pungkasnya. (Rmt)