Orang barat atau “bule” sering menggunakan tisu toilet sebagai alat utama untuk membersihkan diri alias cebok setelah buang air besar. Ada beberapa alasan budaya, historis, dan praktis yang mendasari kebiasaan ini.
1. Sejarah dan Budaya
Kebiasaan menggunakan tisu toilet sudah berakar dalam sejarah dan budaya Barat. Di negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat dan sebagian besar Eropa, tisu toilet telah menjadi standar kebersihan sejak diperkenalkan pada abad ke-19. Pada saat itu, kertas toilet dianggap sebagai inovasi besar dalam sanitasi pribadi dan dengan cepat menggantikan metode sebelumnya seperti penggunaan daun, koran, atau air.
2. Praktis dan Mudah Didapat
Tisu toilet sangat praktis dan mudah didapat di negara-negara Barat. Hampir setiap rumah, restoran, atau fasilitas umum menyediakan tisu toilet, sehingga penggunaannya menjadi sesuatu yang sangat umum dan diandalkan oleh masyarakat. Kepraktisan ini juga didukung oleh ketersediaan berbagai jenis tisu dengan harga yang bervariasi, sehingga dapat diakses oleh semua kalangan.
3. Fasilitas dan Infrastruktur
Fasilitas di banyak negara Barat dirancang untuk penggunaan tisu toilet. Sebagian besar toilet di rumah dan tempat umum tidak dilengkapi dengan alat penyemprot air atau bidet yang sering ditemukan di negara-negara yang menggunakan air untuk cebok, seperti di Asia Tenggara atau Timur Tengah. Penyesuaian infrastruktur ini membuat penggunaan tisu lebih nyaman dan praktis bagi penggunanya.
4. Pengaruh Sosial dan Pendidikan
Kebiasaan menggunakan tisu toilet diturunkan dari generasi ke generasi dan diajarkan sejak kecil. Anak-anak di negara-negara Barat belajar dari orang tua dan di sekolah tentang pentingnya kebersihan pribadi menggunakan tisu toilet. Pendidikan ini membentuk persepsi bahwa tisu toilet adalah metode yang tepat dan higienis untuk membersihkan diri setelah buang air besar.
5. Kebiasaan Sanitasi
Di negara-negara Barat, penggunaan air untuk cebok mungkin dianggap tidak praktis atau bahkan kurang higienis karena perbedaan persepsi sanitasi. Tisu toilet dianggap cukup untuk membersihkan diri dengan baik, dan banyak yang merasa bahwa penggunaan air berlebihan atau tidak perlu.
6. Isu Lingkungan
Beberapa orang berpendapat bahwa penggunaan tisu toilet lebih ramah lingkungan karena mengurangi penggunaan air. Namun, hal ini tergantung pada bagaimana tisu toilet diproduksi dan dikelola sebagai limbah. Di beberapa negara Barat, isu lingkungan ini menjadi bahan perdebatan, mendorong sebagian orang untuk mulai mempertimbangkan penggunaan bidet atau tisu basah yang dapat terurai secara alami.
7. Adaptasi Modern
Meski penggunaan tisu toilet masih dominan, ada peningkatan adaptasi terhadap penggunaan bidet atau alat penyemprot air di beberapa negara Barat, terutama di kalangan mereka yang sering bepergian ke negara-negara dengan kebiasaan berbeda atau yang mulai menyadari manfaat kebersihan menggunakan air. Teknologi modern juga menawarkan solusi seperti bidet elektronik yang mudah dipasang dan digunakan.
Secara keseluruhan, alasan orang Barat menggunakan tisu toilet sangat berakar pada sejarah, budaya, dan kebiasaan praktis yang telah mendarah daging dalam masyarakat mereka. Namun, seiring dengan globalisasi dan pertukaran budaya, ada potensi perubahan kebiasaan yang lebih adaptif terhadap berbagai metode sanitasi di masa depan.
Penelitian tentang Efektivitas Cebok menggunakan Air vs Tisu
Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Hospital Infection menemukan bahwa penggunaan air setelah buang air besar lebih efektif dalam mengurangi jumlah bakteri dibandingkan dengan penggunaan tisu saja.
Risiko Kesehatan dari Tisu Toilet
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tisu toilet, terutama yang mengandung bahan kimia atau pewarna, dapat menyebabkan iritasi kulit atau reaksi alergi pada beberapa individu.
Keberlanjutan Lingkungan
Studi lingkungan menunjukkan bahwa penggunaan air, terutama dengan perangkat hemat air seperti bidet, dapat lebih berkelanjutan dibandingkan produksi dan pembuangan tisu toilet yang membutuhkan banyak sumber daya. (Edt)