Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polresta Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) kembali menggagalkan keberangkatan puluhan calon pekerja migran Indonesia (CPMI) karena terindikasi menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Dalam 5 hari saja, atau 4-8 November 2024, Polisi berhasil mencegah keberangkatan sebanyak 23 CPMI yang tidak resmi atau non prosedural ke luar negeri melalui Terminal 2 dan Terminal 3 Keberangkatan Internasional.
Hal itu diungkapkan langsung oleh Kasat Reskrim Polres Bandara Soetta, Kompol Reza Fahlevi.
“Kami laporkan bahwa pada periode ini kami bersama dengan Imigrasi telah melakukan pencegahan terhadap 23 orang calon pekerja migran Indonesia yang terindikasi kuat sebagai korban dari praktik tindak pidana perdagangan orang,” ujar Reza di Bandara Soetta, Tangerang, Sabtu (9/11/2024).
Modus Sindikat TPPO
Reza mengatakan, dalam pencegahan kali ini pihaknya berhasil mendapatkan informasi terkait dengan modus para pelaku dalam memberangkatkan para pekerja migran non prosedural tersebut.
“Modusnya, seolah-olah korban merupakan warga negara Indonesia yang hendak berpelesir ke luar negeri. Disiapkan tiket keberangkatan, juga disiapkan tiket untuk perjalanan pulang kembali ke Indonesia,” ungkapnya.
Negara Tujuan
Selain itu, untuk melancarkan aksinya, para sindikat pelaku juga mencoba untuk mengelabui tugas dengan menyiapkan tiket transit sebelum bertolak ke negara tujuan.
“Kami juga melaporkan bahwa dalam pencegahan pemberangkatan kali ini dapat kita identifikasi destinasi negara yang paling banyak yaitu ke negara Thailand, sebanyak 7 orang. Kemudian ada juga destinasi ke negara Kamboja, sebanyak 5 orang dan masih banyak (tujuan) negara lain, diantaranya China, Korea Selatan, Singapura, dan Dubai,” terang Reza.
Reza menuturkan, adapun sindikat pelaku yang memberangkatkan CPMI non prosedural ini masih ada kaitannya dengan kasus-kasus sebelumnya. Ada juga yang merekrut mereka dari luar negeri.
“Dalam pendalaman tim memang ada keterkaitan, namun kita masih menunggu petunjuk lanjut terkait dengan sindikat pelaku yang memberangkatkan. Ada keterkaitan namun dalam pendalaman nanti kita akan sampai hasilnya,” ujar Reza.
“Ada juga yang direkrut oleh oknum-oknum pelaku secara sporadis yang mana memiliki atau latar belakang pernah bekerja terlebih dahulu di negara-negara secara non-prosedural,” tambahnya.
Ditawarkan gaji Rp 6-7 juta
Dijelaskannya, CPMI non prosedural yang didominasi laki-laki itu ditawarkan gaji 6-7 juta per bulan. Mereka juga diharuskan memiliki keterampilan dalam mengoperasikan komputer.
“Jadi dari pendalaman tim untuk pencegahan tanggal 5 sampai tanggal 8 ini diantaranya memang dominan akan dipekerjakan di sektor admin perjudian online dan scam,” jelasnya.
“Saat ini, CPMI tersebut sudah kita koordinasikan dengan teman-teman dari BP3MI. Sementara ditampung di shelter BP3MI di Aeropolis,” sambung Reza. (Rmt)