Beranda Bandara Ratusan Warga di Kecamatan Benda Terkatung-katung Akibat Proyek Tol Bandara Soetta

Ratusan Warga di Kecamatan Benda Terkatung-katung Akibat Proyek Tol Bandara Soetta

0

Perjalanan panjang yang dialami warga Kelurahan Jurumudi, Kecamatan Benda ihwal pembebasan lahan untuk Jalan Tol JORR II Serpong, Kunciran – Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) nampaknya belum menjumpai hasil. Pasalnya meskipun sudah berjalan selama sembilan tahun lamanya hingga saat ini masih terdapat 72 bidang yang belum terbebaskan.

Entah apa yang dirasakan warga di Kampung Baru, Kecamatan Benda, Kota Tangerang. Semenjak adanya rencana pembangunan ruas jalan tol untuk akses Bandara Soekarno – Hatta ini mereka sudah mulai resah.

Bagaimana tidak, keresahan mereka mulanya dilandasi dari tawar menawar harga yang tidak pernah kunjung mencerahkan.

Di tahun pertama yakni tahun 2013 silam, masyarakat yang tinggal di lokasi ini diminta untuk mengosongkan lahan mereka dengan penawaran Rp 1,8 juta per meter sebagai uang pengganti lahan mereka.

Berjalannya waktu, tim pembebasan lahan mulai menaikan harga dari lahan mereka. Di tahun 2016 lalu lahan mereka dibandrol sebesar Rp 2,6 juta per meter.

Namun angka tersebut rupanya belum dapat mengganti kehidupan harmonis mereka bersama keluarga tercinta.

Dedi, salah seorang warga di wilayah terdampak pembangunan Tol JORR II ini meluapkan keluh kesahnya pada Tangerangonline.id saat dikunjungi.

Kata Dedi, lahan yang semulanya berjumlah 72 bidang dari ratusan jiwa terdampak saat ini hanya tinggal tersisa 27 bidang dengan ratusan jiwa didalamnya.

“Yang lainnya sudah selesai. Kenapa kami bertahan ? Karena kami menganggap tim pembebasan lahan tidak adil dalam membayar ganti kerugian,” ungkapnya.

Kata Dedi, warga yang sudah terselesaikan sebagian memilih untuk tidak ambil pusing dengan urusan ini. Namun begitu tidak sedikit pula dari mereka yang mendapat bayaran lebih dari tim pembebasan atas lahan mereka.

“Kami satu RW. Masa disana ada yang dibayar 10 jutaan permeternya, padahal itu lahan kosong dan persawahan,” ujarnya.

Bahkan tidak sedikit yang mendapat pembayaran lebih atas lahan mereka. Namun demikian Dedi dan beberapa warganya yang menyebut tim 27 ini menolak atas ketidak adilan ini.

“Kami tidak pernah melarang pembangunan. Tapi kami hanya minta keadilan atas hak kami, dengan jumlah uang segitu kami tidak bisa beli lahan atau bangun rumah untuk kami tinggal nantinya,” ucapnya.

Di tahun 2019 ini, kata Dedi, masyarakat juga banyak mendapat intervensi dari pihak pembebas lahan. Dedi menyebut masyarakat sempat ditakuti oleh konsinyasi palsu.

“Waktu itu pihak pembebas juga menakuti kami dengan adanya konsinyasi. Tapi ternyata itu konsinyasi palsu,” ujarnya.

Dari Kebanjiran Hingga Perselisihan

Sementara itu bukan hanya menunggu kepastian akan pembayaran lahan mereka, warga di wilayah terdampak ini juga dihantui oleh musibah banjir.

Sundari salah satu warga yang juga menjadi korban terdampak lainnya. Kata dia, sejak adanya proyek tol ini rumahnya digenangi banjir saat hujan turun.

“Kami baru kali ini terkena banjir. Air dimana mana, ini semua akibat pembangunan jalan tol disini,” ujarnya.

Dia mengaku atas musibah banjir ini warga tidak dapat berbuat banyak. Beruntung Camat Benda Ayi Maryadin yang belum lama menjabat perduli dengan warganya.

“Kami tidak bisa apa apa pak. Beruntung Camat kami yang baru perduli mengirimkan makanan dan menyelesaikan masalah banjir dengan bicara sama pihak bandara,” ucapnya.

Kata Dedi, permasalahan ditambah menjadi semakin rumit sejak banjir melanda. Warga di kampung ini juga seakan saling bertikai akibat banjir.

“Di sini warga hampir saling serang dengan golok akibat banjir. Kami saling menyalahkan karena air setinggi pinggang, banyak sekali permasalahan disini semenjak pembuatan Tol bandara,” ulasnya.

Dari Setneg, Ombudsman, Komnas Ham dan Hotman Paris

Upaya perjuangan warga untuk memperjuangkan hak mereka rupanya sudah terbilang panjang.

Sejak dihantui konsinyasi oleh perkara pembebasan lahan mereka ini, tim 27 bentukan warga sudah melakukan berbagai upaya dengan menemui pihak Setneg, Ombudsman RI, Komnasham dan pengacara kondang Hotman Paris Hutapea.

“Kami sudah melakukan berbagai upaya. Tapi hanya Komnasham dan Hotman Paris yang merespon kami,” ujar Edi Mulyadi salah seorang warga lainnya yang terdampak.

Namun saat ini Komnasham hanya dapat menunggu hasil dari Pengadilan Negeri Tangerang yang akan memutuskan hasil konsinyasi pada 5 Maret mendatang.

“Mereka baru bisa gerak ketika nanti hak kami tidak diberikan dengan benar. Sedangkan Hotman Paris juga siap membantu kami jika kami tidak diberikan haknya,” kata dia.

Akan Bawa Al Qur’an dan Keranda di Putusan PN Tangerang Mendatang

Dari perjuangan panjang yang sudah mereka lalui warga sepakat akan tetap bertahan dengan ucapan Presiden Joko Widodo tentang janji ‘Ganti Untung’ lahan gusuran.

Dengan begitu jika kedepan tuntutan mereka untuk mendapat harga ganti untung lahan senilai dengan kebutuhan saat ini tidak terpenuhi maka mereka akan tetap bertahan.

“Kami siap mati untuk memperjuangkan hak kita. Sudah banyak warga yang jadi korban atas proyek ini, ada yang frustasi dan ada juga yang tidak akan bisa membeli kembali tempat tinggal jika dibayar dengan harga sekarang,” ungkap Dedi.

Bahkan warga sepakat, di keputusan final nanti warga akan menggeruduk PN Tangerang dengan membawa keranda dan juga Al Qur’an.

“Kami akan datang bersama nanti dan membawa Al Qur’an dan juga keranda ke PN Tangerang. Kami berharap Halim bisa memutuskan dengan adil,” tukasnya.

Sementara itu Camat Benda Ayi Maryadin mengaku saat ini hanya dapat membantu warga dengan masalah yang ada.

“Seperti banjir kemarin. Kami langsung koordinasikan ke pihak bandara untuk dapat membuka pagar untuk saluran air agar masuk, dan Alhamdulillah dapat teratasi,” ucapnya.

Diketahui, proyek pembangunan Tol JORR II ini merupakan proyek nasional yang digenjot Pemerintah. Namun begitu hingga saat ini pekerjaan jalur cepat ini banyak menuai reaksi negatif dari masyarakat terdampak. (Bal)