Bandara
Sindikat Perdagangan Orang dan Penempatan Pekerja Migran Ilegal Terbongkar di Bandara Soetta
Polresta Bandara Soekarno-Hatta berhasil mengungkap jaringan perdagangan orang dan penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) secara nonprosedural di Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta),
Dari hasil pengungkapan kasus sejak Maret hingga Juli 2025, sebanyak 28 orang ditetapkan sebagai tersangka dan 16 lainnya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Kapolres Bandara Soetta, Kombes Pol Ronald FC Sipayung menuturkan, pengungkapan ini berawal dari serangkaian laporan dan informasi masyarakat tentang keberangkatan calon pekerja migran Indonesia (CPMI) ke sejumlah negara tanpa melalui prosedur resmi.
“Dari total 28 yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dan 11 yang kita tampilkan tadi adalah tersangka – tersangka yang saat ini sedang menjalani penahanan di rutan Pores Bandara Soekarno-Hatta,” ungkap Kombes Pol Ronald di Bandara Soetta, Tangerang, Kamis (3/7/2025).
Ia menjelaskan, modus yang digunakan oleh para pelaku di antaranya adalah menjanjikan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga dengan gaji tinggi antara Rp16 juta sampai Rp30 juta tanpa memiliki kompetensi atau keahlian tertentu.
“Selain itu, pelaku juga menggunakan visa turis atau izin cuti kerja untuk mengelabui petugas di bandara, serta menyembunyikan keberangkatan melalui terminal internasional Bandara Soekarno-Hatta,” katanya.
Lebih lanjut Ronald menjelaskan, dari periode Maret sampai dengan Juli, Polres Bandara Soetta berhasil mencegah 340 CPMI yang hendak berangkat ke luar negeri.
Di antaranya, ke Abu Dhabi, ke Dubai, ke Qatar, ke Yunani, dan ke Kamboja
“Jadi mereka ini, kita kategorikan sebagai korban yang sebenarnya memang dari sisi kompetensi dan perjanjian kerja dan administrasi lainnya tidak dilengkapi,” terangnya.
“Dari total 340 korban, sebagian besar dari Jawa Barat, Banten, dan dari Jakarta,” tambahnya.
Dalam proses penindakan, Polisi mengamankan berbagai barang bukti termasuk paspor, boarding pass, visa, handphone, hingga kartu ATM.
Para tersangka diduga menerima keuntungan antara Rp4 juta hingga Rp7 juta dari setiap CPMI yang berhasil diberangkatkan secara ilegal.
“Korban-korban ini sempat menyetorkan sejumlah uang. Karena tersangka-tersangka ini mendapatkan keuntungan antara 4 juta sampai 7 juta per orang bisa berangkat ke luar negeri,” ujarnya.
“Jadi mereka (CPMI) memang menyetorkan sejumlah uang untuk bisa berangkat. Uang-uang itu ada keperluannya untuk mengurus dokumen, ada juga untuk tiket. Tetapi yang paling penting adalah mereka menyerahkan uang itu untuk dijanjikan mendapatkan pekerjaan di luar negeri,” tutur Ronald.
Para tersangka disangkakan Pasal 83 Juncto Pasal 68 dan/atau Pasal 81 juncto Pasal 69 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman hukuman penjara paling lama 10 tahun atau denda Rp15 miliar. (Rmt)
