Badan Amil dan Zakat Nasional (Baznas) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) ingin adanya Peraturan Daerah (Perda) tentang zakat. Perda tersebut diyakininya akan memaksimalkan peraihan zakat di kota sejuta jasa dan perdagangan ini. Namun keinginan pembuatan regulasi itu ditanggapi dingin oleh Walikota Airin Rachmi Diany.
Menurutnya, untuk mengelola zakat, Baznas tak perlu membutuhkan payung hukum berupa Perda. “Zakat itu kan wajib apalagi kita umat muslim tertuang dalam Al Quran. Al Quran di atas segala-galanya dibanding Perda. Jadi kalau sekarang tinggal kesadaran saja,” kata Airin.
Ditambahkannya, apabila Perda sudah dibuat tapi masyarakatnya tidak mampu menjalankan tentu ini timbul problema baru. Inti yang mendasar tentang pengelolaan zakat adalah kesadaran bagi muzaki (pembayar zakat).
Meski demikian, pihaknya tidak memungkiri bahwa zakat yang dikelola oleh Baznas Tangsel didominasi dari zakat profesi pegawai negeri dan sektor lain belum tersentuh dengan maksimal.
“Bagaimana Baznas mengoptimalkan dan memaksimalkan pendapatan zakat ini tidak hanya dari staf dan jajaran pemerintah kota saja, tetapi tapi bagaimana Baznas ini bisa secara fleksibel, kerja keras. Misalkan dulu kita pernah kenalkan dengan Kadin (Kamar Dagang Indonesia). Setelah itu seharusnya melakukan tidak lanjut, misalkan dengan kalangan pengusaha, dengan teman-teman wartawan,” beber alumnus magister hukum Unpad ini sembari menyarankan.
Ketua Baznas Tangsel, Endang Syaefudin mengatakan, gagasan Perda Zakat telah diusulkan sejak lama. Namun usulan ini seolah tidak pernah ditanggapi dan disisi lain Baznas tidak memiliki power untuk menarik potensi zakat yang terhampar di Tangsel. “Kami sejak lama sudah mengusulkan pembentukan Perda Zakat,” ujarnya.
Tujuan pembentukan Perda, menurut Endang, untuk memperkuat Undang-Udang UU No. 23 Tahun 2011 dan PP No. 14 Tahun 2014, tentang zakat supaya sumber-sumber yang berpotensi membayar zakat dapat ditarik dan dikelola secara maksimal. Sedangkan sumber besar yang belum tersentuh adalah pengusaha.
“Kami tahun lalu mendapatkan Rp 3,1 miliar padahal potensi itu jauh lebih besar mencapai Rp 10 miliar. Kalangan pengusaha memang belum tersentuh sama sekali,” imbuhnya.
Pihaknya merasa pesimis bisa meningkatan pendapatan zakat untuk tahun 2016 dari Rp 3,1 miliar, kendati target awal naik dua kali lipat yaitu Rp 6 miliar. Sementara manfaat dari zakat sangat besar untuk kemaslahatan masyarakat.
“Dari zakat mampu mengentaskan kemiskinan mulai dari santunan langsung kepada fakir miskin dan duafa serta anak yatim sampai pada pemberian modal usaha dan bedah rumah,” paparnya.
Di Indonesia, sebut Endang, kurang lebih ada 3 daerah memiliki Perda Zakat yaitu Kota Prabumulih Sumatera Selatan, Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Lombok Barat. (ded)