Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu bersama Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengadakan pertemuan bilateral dialog 2+2 Minister Meeting dengan Menteri Pertahanan Australia Marise Payne dan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop, ditengah rangkaian ASEAN-Australia Special Summit 2018, di Sydney, Australia, Jumat (17/3/18).
Kedua negara sepakat menandatangani perjanjian kerja sama di bidang maritim. Perjanjian yang tertuang dalam Plan of Action on Maritime Cooperation itu ditandatangani wakil delegasi dari dua negara usai pertemuan 2+2 Indonesia-Australia di Commonwealth Parliamentary Offices, 1 Bligh Street, Sydney, Australia.
Delegasi di Indonesia diwakili oleh Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Desra Percaya dan Deputy Secretary Indo-Pasific Group Kementerian Luar Negeri Australia Richard Maude.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, di Sidney, Australia, mengatakan, keamanan maritim bagi Indonesia merupakan implementasi dari agenda yang telah dicanangkan Presiden Joko Widodo untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Dimana salah satu kerangka utamanya adalah pembangunan kekuatan pertahanan maritim.
Hal tersebut, kata Menhan, menyebabkan Indonesia saat ini memprioritaskan peningkatan alutsista TNI khususnya untuk menambah jumlah alutsista yang akan digunakan oleh TNI AL dan TNI AU.
Dalam proses menjadi poros maritim dunia maka kekuatan maritim mengharuskan kekuatan TNI AL yang dapat mengamankan jalur-jalur perdagangan, sebagai penopang kekuatan dan keamanan ekonomi, tidak hanya jalur dalam negeri namun juga jalur di luar yuridiksi Indonesia dimana hal tersebut sebagai bagian dari kepentingan nasional.
“Keamanan maritim di kawasan Asia Pasifik sangat penting, kerena perekonomian dunia saat ini masih bergantung pada jalur maritim, baik itu sebagai jalur perdagangan (Sea Lane of Trade/SLoT) maupun jalur komunikasi (Sea Lane of Communication/SLoC). Perdagangan internasional yang semakin berkembang masih bertumpu pada domain laut sehingga masalah jaminan keamanan maritim menjadi hal yang sangat krusial,” ungkap Menhan Ryamizard.
Aksi pembajakan di Laut Sulu yang terjadi beberapa waktu yang lalu, lanjut Menhan, secara langsung telah menghambat perekonomian dan menimbulkan keresahan bagi para pengguna jalur dimaksud.
Maka, guna mengatasi ancaman tersebut, Indonesia bersama Filipina dan Malaysia telah mengambil langkah-langkah kerjasama yang kongkret melalui platform kerjasama Trilateral di Laut Sulu. Kegiatan yang telah dilakukan meliputi patroli bersama yang terkoordinasi, baik di laut maupun udara.
” Upaya-upaya yang dilakukan telah membuahkan hasil dengan ditandai dalam dua tahun terakhir angka kriminalitas di wilayah ini menurun,” kata Menhan.
Meski begitu, masih terjadi peningkatan kerawanan dikarenakan terorisme telah masuk ke wilayah tersebut. Selain terorisme, kejahatan yang terjadi di wilayah ini meliputi illegal “Drug Trafficking’.
“Kami menilai bahwa keamanan maritim di wilayah tersebut berkaitan dengan perkembangan kelompok radikal ISIS yang saat ini telah bergerak menuju ke wilayah Asia Tenggara. Kelompok Abu Sayyaf telah menjadi bagian dari ISIS dan menambah luasnya kelompok radikal yang juga telah berada di Indonesia dan Malaysia,” ucap Menhan Ryamizard.
Dinamika keamanan maritim tidak terlepas dari perkembangan kelompok radikal/teroris yang berafiliasi dengan ISIS, sehingga Indonesia menggangap bahwa kerjasama Trilateral bukan hanya semata-mata menghadapi perompakan atau kriminalitas di lautan saja, tapi juga terkait langkah-langkah menghadapi kelompok teroris/radikal tersebut.
Kedepan, kata Menhan Ryamizard, kerjasama tersebut akan ditingkatkan dengan patroli bersama di darat. Untuk pengamanan di Selat Malaka atau Mallaca Strait Sea Patrol (MSSP) sampai saat ini masih dilaksanakan secara rutin, melalui Patroli Maritim terkoordinasi yang dilakukan empat negara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand.
Pengamanan ini telah lama dilaksanakan oleh keempat negara tersebut. Adapun kerjasama yang dilakukan adalah patroli terkoordinasi (Corpat) dan Eyes in the Sky yang dilakukan bersama-sama empat negara (Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand).
Disamping itu telah dilakukan kerjasama lainnya berupa “Corpat” yang bersifat sub regional di Teluk Thailand yang dilakukan oleh tiga negara yaitu Kamboja, Thailand dan Vietnam. Menhan Ryamizard, telah menginisiasi pada beberapa pertemuan Sub-Regional dengan mengajak negara-negara tersebut untuk berpatroli hingga 200 Nautical Miles (ZEE atau Zona Ekonomi Eksklusif). Kegiatan tersebut telah mencakup sepertiga wilayah Laut China Selatan.
“Adapun bukti konkret dari kerjasama tersebut adalah bahwa angka kriminalitas di perairan tersebut turun drastis bahkan hingga nol insiden,” ungkap Menhan Ryamizard.
Gagasan Menhan Ryamizard pada tahun 2016, saat pertemuan ADMM Plus (ASEAN – US Defence Minister’s Meeting di Hawaii) mendapat respon positif dari US Pacom. Hal ini sejalan dengan konsep-konsep kerjasama negara-negara di kawasan yang saat ini dikaji dan disempurnakan oleh Kemlu RI.
“Saya berpandangan konsep Indopasifik yang pernah digagas oleh Indonesia beberapa tahun yang lalu, merupakan langkah tepat untuk turut menciptakan stabilitas keamanan di sepanjang Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Hal tersebut sepertinya mendapat respon cepat dari AS, dimana mereka mempertimbangakan perubahan nama dari US Pacom menjadi US Indo-Pacom,” ucap Menhan Ryamizard. (MRZ)