TANGERANG – Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) meminta DPR bekerja cepat dalam pembahasan RUU Cipta Kerja (Ciptaker) untuk memulihkan ekonomi yang terdampak COVID-19. Namun, tetap memperhatikan suara atau masukan-masukan masyarakat.
‘’Kalau sebagai salah satu upaya penting untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengatasi masalah ekonomi yang anjlok karena COVID-19, maka RUU Ciptaker harusnya dibahas cepat,” kata Masri Ikoni, Ketua Umum PP GPII, kepada media di Tangerang, Rabu (3/6/2020).
Desakan serupa juga mengemuka dalam diskusi yang digelar GPII secara online beberapa waktu lalu. Dalam diskusi tersebut, banyak pihak yang menilai RUU Ciptaker harus didukung pembahasan dan pengesahannya.
Karena kata Ikoni, jika berangkat dari masalah yang ada selama ini, memang dibutuhkan solusi atau terobosan agar iklim usaha lebih baik.
‘’Kalau kita melihat masalah yang terhadap UMKM yang dirasa kurang, maka terobosoan semacam ini dibutuhkan,” ujar Ikoni.
Dirinya menyayangkan klaster ketenakerjaan yang paling mendapat perhatian justru ditunda. “Padahal seharusnya dibahas saja dan dipastikan harus bagaimana, karena di sana juga banyak poin yang terkait investasi ya,’’ tambahnya.
Menurut Ikoni, PP GPII melihat RUU Ciptaker sebagai produk undang-undang lintas sektoral yang diharapkan dapat mebumbuhkan ekonomi Indonesia menjadi lebih baik. Semangatnya sejak awal memangkas perizinan, memudahkan pertumbuhan UMKM, meningkatkan investasi, menyerap tenaga kerja.
“Kalau semangat ini dijaga dalam isinya, maka artinya ini memang ijtihad pemerintah dalam membawa Indonesia ke arah lebih baik,’’ tuturnya.
Ikoni melihat, pembahasan RUU Ciptaker di DPR kurang mendapat perhatian dan perlu lebih terbuka. Sebab meskipun situasi sedang krisis karena COVID-19, tidak berarti agenda pembahasan dapat luput dari publik.
“Kalau publik tidak bisa mengakses perkembangannya, bisa saja terjadi upaya-upaya mendistorsi di dalam DPR.
Jangan sampai karena lobi-lobi dan transaksi politik yang tidak diketahui publik, lalu produk undang-undangnya menjadi tidak efektif untuk mengatasi masalah,” imbuhnya.
“Kan sama aja, buang biaya dan energi, bahkan kita berselisih tapi ketemunya masalah lagi. Kita ingin RUU ini benar-benar jadi undang-undang yang muncul sebagai solusi, tidak mengulang hal yang sama,’’ tambah Ikoni.
Oleh karenanya, dia meminta DPR harus terbuka terhadap berbagai masukan. “Ini kan sekarang kuncinya di DPR, pemerintah sudah menyerahkan rancangan, tinggal benar-benar serius dibahas,’’ tandasnya.
(Rmt)