Ribuan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di luar negeri, dipulangkan ke Tanah Air dalam keadaan sakit dan juga meninggal dunia akibat kekerasan yang dialami di negara tempat mereka bekerja.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani saat Focus Group Discussion PMI ‘Merdeka Dari Sindikat Ilegal’ di Anara Airport Hotel Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Rabu (14/9/2022).
Menurut Benny, mayoritas yang meninggal dan kembali ke Indonesia dalam keadaan sakit adalah PMI yang keberangkatan maupun penempatannya tidak resmi atau ilegal.
“Tercatat, dua tahun selama saya menjabat, sebanyak 3.036 PMI yang sakit dan ditangani negara, tapi dari jumlah 3.036 PMI tersebut, 95 persennya tidak tercatat berangkat secara resmi sebagai PMI,” ungkap Benny.
Dia menjelaskan, kurang lebih 2 tahun tercatat sebanyak 1.421 jenazah PMI yang dipulangkan dan diurus negara, mereka juga mayoritas PMI yang berangkat non prosedural atau ilegal.
Mereka ini, lanjut Benny, sebelumnya ditampung oleh agensi yang tidak resmi. Sebab, dalam kurun waktu dua tahun juga, tercatat 2.540 orang yang dicegah keberangkatannya karena diduga sebagai PMI ilegal.
“Ini potret sebenarnya, disaat kami BP2MI melakukan segala sesuatu sesuai perundang-undangan, melindungi PMI, masih ada saja oknum-oknum yang merusak tatanan tersebut, dan kami akan tetap bergerak memerangi upaya pemberangkatan PMI ilegal,” ujar Benny.
Keberangkatan secara non prosedural juga sangat merugikan dan mengancam PMI ilegal, sebab mereka tidak dilindungi oleh perjanjian dengan kekuatan hukum yang jelas.
Mereka juga terancam mengalami kekerasan fisik, kekerasan seksual, gaji yang tidak sesuai bahkan tidak dibayar hingga eksploitasi jam kerja sampai 20 jam per hari.
“Kalau yang resmi kan hanya (kerja) 8 jam per hari. Belum lagi ada praktek PMI tidak resmi ini diperjualbelikan dari majikan satu ke majikan lain, karena mereka ini bisa diputus kontrak kerja kapan saja,” beber Benny.
Oleh karenanya, saat ini BP2MI membentuk Satgas Sikat Sindikat, yang bisa bergerak ke berbagai wilayah. Begitu juga bergerak secepat mungkin, bilamana ada laporan dari warga terkait dugaan penampungan PMI ilegal di berbagai daerah di Indonesia.
“Pasalnya, para PMI tidak resmi ini bisa meninggalkan Indonesia untuk bekerja di negara penempatan, dengan berbagai modus. Misalnya saja menggunakan visa turis, visa jiarah sampai visa umroh,” kata Benny.
Dia juga meminta, agar aparat daerah juga ikut membantu dalam memberantas PMI ilegal dimulai dari akarnya.
“Negara saatnya hadir, negara tidak boleh kalah dan ditutup diakhiri dengan hukum harus bekerja. Seret dan penjarakan mereka sipapun terlibat. Saya bahkan pernah mengusulkan pendekatan multi door tidak hanya fisiknya saja dipenjarakan tapi menyita seluruh kekayaan yang diperoleh dari perdagangan manusia ini,” tutur Benny. (Rmt)