Beranda Berita Fenomena Trauma Guru Dalam Proses Mengajar, Seperti Kasus Ibu Supriyani di Konawe

Fenomena Trauma Guru Dalam Proses Mengajar, Seperti Kasus Ibu Supriyani di Konawe

0

 

Penulis :Sundoko/ Mahasiswa Program Pascasarjana Komunikasi STIKOM Interstudi Jakarta

Dalam beberapa tahun terakhir, isu “trauma guru” semakin sering dibahas dalam dunia pendidikan. Salah satu contoh yang menonjol adalah pengalaman Ibu Supriyani di Konawe. Kasus ini mencerminkan berbagai tantangan yang dihadapi oleh para guru dalam proses belajar mengajar. Banyak pendidik, termasuk Ibu Supriyani, merasakan tekanan mental dan emosional yang besar akibat perilaku siswa yang kurang mendukung, kesulitan dalam mengelola kelas, serta minimnya dukungan dari lingkungan sekolah dan orang tua.

Pengalaman Ibu Supriyani memperlihatkan dampak negatif dari perilaku siswa yang bermasalah terhadap pengalaman mengajar. Dalam situasi yang sulit ini, Ibu Supriyani merasa tertekan dan tidak mendapatkan pengakuan yang seharusnya, yang pada akhirnya berdampak pada kesehatan mental dan emosionalnya. Ini menunjukkan bahwa peran guru tidak hanya terbatas pada mentransfer pengetahuan, tetapi juga mencakup aspek psikologis yang sangat penting.

Dampak Trauma yang Dialami oleh Ibu Supriyani
Ø  Penurunan Kinerja Mengajar: Ibu Supriyani mengalami kesulitan dalam memberikan perhatian penuh kepada siswa, yang berujung pada menurunnya kualitas pengajaran yang ia lakukan. Ketika seorang guru berada dalam tekanan, kemampuannya untuk berinteraksi dengan siswa secara efektif bisa berkurang, sehingga menciptakan situasi belajar yang kurang ideal.

Ø  Dampak pada Kesehatan Mental: Tekanan yang terus menerus dihadapi Ibu Supriyani dapat mengakibatkan stres jangka panjang. Dalam waktu lama, kondisi ini berpotensi menimbulkan masalah kesehatan mental yang lebih serius, seperti kecemasan dan depresi. Kesehatan mental guru sangat penting, karena guru yang tidak dalam kondisi mental yang baik akan kesulitan untuk memberikan pendidikan berkualitas kepada siswa.

Ø  Rendahnya Retensi Guru: Pengalaman Ibu Supriyani mungkin menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tingginya angka pengunduran diri di kalangan guru. Banyak guru merasa tidak mampu menghadapi tantangan yang ada, sehingga mempertimbangkan untuk meninggalkan profesi mereka. Fenomena ini dapat menyebabkan kekurangan tenaga pengajar yang berkualitas, yang pada gilirannya berdampak negatif pada sistem pendidikan secara keseluruhan

Berdasarkan data yang ada terdapat beberapa Trauma guru dalam pengalaman negatif yang dialami saat mengajar, antara lain:

o   Perilaku Siswa: Survei yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2022 menunjukkan bahwa sekitar 60% guru menghadapi perilaku sulit dari siswa, seperti kurangnya disiplin, ketidakpatuhan, dan agresivitas. Hal ini membuat proses pengajaran menjadi lebih menantang dan dapat menyebabkan stres.

o   Minimnya Dukungan: Penelitian yang dilakukan oleh Asosiasi Pendidikan Indonesia menemukan bahwa 55% guru merasa tidak mendapatkan dukungan yang cukup dari pihak sekolah dalam mengatasi tantangan di kelas. Ini termasuk kurangnya pelatihan dalam manajemen kelas dan penanganan perilaku siswa.

o   Beban Kerja: Berdasarkan survei yang dilakukan oleh LPPM, lebih dari 70% guru merasa terbebani oleh tugas administratif, yang mengurangi waktu dan energi mereka untuk fokus pada proses pengajaran.

Solusi untuk Mengatasi Trauma Guru

Mengatasi masalah trauma yang dialami oleh Ibu Supriyani dan guru-guru lainnya memerlukan pendekatan yang komprehensif dan terstruktur. Berikut adalah beberapa solusi yang dapat diterapkan:

· Pelatihan Manajemen Kelas yang Efektif: Sekolah perlu menyediakan pelatihan yang lebih mendalam bagi guru terkait manajemen kelas dan penanganan perilaku siswa yang sulit. Dengan pelatihan yang memadai, guru akan lebih siap dan percaya diri dalam menghadapi berbagai tantangan di kelas.

· Dukungan Emosional dan Psikologis: Akses terhadap layanan konseling dan dukungan psikologis sangat penting bagi guru. Program dukungan ini dapat membantu guru seperti Ibu Supriyani untuk berbagi pengalaman dan menerima bantuan profesional dalam menghadapi tekanan yang mereka alami.

· Kolaborasi yang Baik antara Guru, Orang Tua, dan Pihak Sekolah: Membangun komunikasi yang efektif antara semua pihak yang terlibat dalam pendidikan anak sangat penting. Kerja sama yang kuat dapat menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi guru dan siswa, yang pada akhirnya dapat meningkatkan proses pembelajaran.

· Pengurangan Beban Administratif: Salah satu tantangan yang dihadapi oleh guru adalah beban administratif yang berlebihan. Mengurangi tugas-tugas administratif yang tidak perlu dapat memberikan lebih banyak waktu dan energi bagi guru untuk fokus pada pengajaran dan interaksi dengan siswa.

· Membangun Budaya Sekolah yang Positif: Sekolah perlu menciptakan lingkungan yang menghargai usaha guru dan memberikan dukungan yang diperlukan. Membangun budaya di mana guru merasa dihargai dan didengarkan dapat meningkatkan motivasi mereka untuk mengajar dan berkontribusi pada pendidikan siswa.

Semua ini menjadi harapan dan dapat membawa perubahan yang lebih baik, terutama jika pemerintah baru juga fokus pada perkembangan dunia pendidikan. Aspek pendidikan di Indonesia, termasuk infrastruktur, metode pembelajaran, fasilitas, tenaga pendidik, dan berbagai hal terkait lainnya, seharusnya menjadi prioritas utama.

Kesimpulan
Kasus Ibu Supriyani di Konawe merupakan contoh nyata dari fenomena trauma guru yang perlu segera diatasi. Dengan pemahaman yang mendalam tentang dampak dari pengalaman ini, langkah-langkah yang tepat dapat diambil untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi guru dan siswa. Kesejahteraan guru sangat penting untuk efektivitas proses pembelajaran. Oleh karena itu, semua pihak harus bekerja sama untuk membangun sistem pendidikan yang sehat, produktif, dan mendukung pengembangan baik guru maupun siswa secara bersamaan.