Beranda Home Refleksi Hari Buku

Refleksi Hari Buku

0

Oleh : M Fariz Azkiya

Tak perlu pegibaratan lagi soal buku, yang pasti ia merupakan harta karun yang paling berharga di dunia ini. Pepatah “A Room without books is like a body without a soul” sepertinya sudah sangat familiar di telinga kita. Apapun yang mendasari sebuah kecerdasan pada seseorang, biasanya selalu dinisbatkan kepada “kutu buku” atau seperti lirik syair iwan fals pada lagu sarjana muda, “bergelut dengan buku”.

Ditinjau dalam segi historis, buku sudah menjadi sumber peradaban dan incaran berharga berbagai bangsa di belahan dunia. Di masa pemerintahan Islam Dinasti Abbasyiah, gerakan penerjemahan berbagai literatur dan kitab klasik yunani ke dalam bahasa arab gencar dilakukan. Hal itu dilakukan dalam rangka upaya memajukan lmu pengetahuan, demi memerangi kebodohan juga mendukung perkembangan budaya dan teknologi. Selain itu, ketika Belanda menjajah Indonesia, banyak transkrip, buku, naskah kuno asli Indonesia yang dibawa ke belanda. 

Sekarang anda hanya dapat merenunginya lewat penjagaan ketat di Leiden karena sudah dimusiumkan. Di sinilah kita ketahui bahwa perkembangan sebuah tatanan kemasyarakatan akan mengalami pertumbuhan yang pesat manakala perhatiannya sudah terpusat pada ilmu pengetahuan, yang di mana semuanya bermuara dari sebuah buku.

Kodifikasi keilmuan yang tertuang dalam buku memang menyuguhkan banyak keistimewaan. Dari bentuknya yang rata rata persegi, kita dengan praktisnya mendapatkan asupan pengetahuan. Selain itu, buku juga menawarkan kepada kita untuk membuka wawasan seluas luasnya dan bercengkrama akrab dengan berbagai pemikiran dan ideologi. Jendela dunia yang membuat kita dekat dengan berbagai situasi, sejarah, dan peristiwa fenomenal, membuat mahakarya sebuah buku patut dijaga dan dilestarikan keberadaannya.

Dengan segala aspek dan substansi buku yang mengeliminasi sebuah ketidaktahuan pada manusia, seharusnya pemerintah lebih serius lagi menggiring masyarakat kepada buku. Gerakan membaca, membuat dekat dengan perpustakaan dan memfasilitasi warga setidaknya memberikan akses mudah dalam mengenyam buku harus terealisasikan bilamana negeri ini ingin maju. Apapun yang terjadi bila penduduk indonesia sudah terbiasa akrab dengan buku, niscaya pengetahuan akan berembet layaknya jamur di kayu lapuk.

Selain itu budaya menjaga dan mencintai buku wajib ditanamkan sedini mungkin. “sebaik baik teman duduk adalah buku” merupakan doktrin positif yang pengamalannya perlu diaplikasikan secara intens. Dalam kegiatan belajar mengajar misalnya, guru harus lebih menekankan pola kognitif para siswa dengan membiasakan diri membaca buku di rumah. Dengan demikian rasa cinta dan dekat akan buku dapat semakin lekat di hati mereka.

Di lingkungan keluarga, lagi lagi buku menjadi media utama dalam mendidik jika “output” dan tujuan dari pendidikan ingin berhasil. Orang tua dituntut untuk membudayakan rumah ramah buku yang nyaman dan menyediakan berbagai bahan bacaan sesuai kebutuhan sebagai sarana mendukung akademis para anak. Membuat pribadi anak yang cerdas selain dengan metode interaktif dan pengawasan, juga lewat membaca. Dengan bersama menciptakan suasana hunian yang kondusif dengan buku, membuat ilmu pengetahuan semakin dekat dalam berbagai ranah kehidupan.

Lain hal dengan kalangan mahasiswa, buku harus menjadi teman sekaligus musuh dalam studi kritis dan bahan diskursus. pembukuan keilmuan dari setiap penyedia tentu banyak sisi subyektivitas pengarang, dari sisi kelemahan dalam setiap konten adalah sesuatu yang lumrah. maka, pembahasan mendalamlah yang sepatutnya ada sebagai refleksi dan koreksi terhadap sebuah karya agar lebih baik dan sempurna. Dalam wadah mahasiswa sebagai kalangan intelektual pasti secara otomatis menjadi kontrol dalam perkembangan dunia perbukuan. Artinya, baik dalam segi isi maupun arah perkembangan buku, mahasiswa punya tugas mengawasi agar nantinya keilmuan yang terkonsumsi terhindar dari berbagai perkara menyimpang.

Tak kalah penting lagi bagi civitas guru, dosen dan penulis yang mumpuni dalam bidangnya untuk senantiasa menjaga semangat dan gairah dalam melahirkan karya-karya yang terbaik. 

Dalam upaya menyambung tradisi keilmuan, tentunya produktivitas dari kalangan maha guru dan profesionalis dalam keahliannya harus tetap terlaksana. Sebagai melanjutkan estafet dan tradisi berbagai khazanah dan wawasan. Di lain hal, karya berupa buku juga merupakan acuan dan referensi dalam konsentrasi yang ditekuni. Misalnya saja untuk melaksanakan kelulusan jenjang sarjana dengan persyaratan skripsi, tentu membutuhkan nukilan yang baik dari berbagai sumber buku yang berkualitas. Spirit penerbitan ini harus tetap membara agar segala pengetahuan dapat terikat kuat dalam sebuah tulisan berupa buku.

Membayangkan Indonesia yang kaya akan sumber keilmuan dengan memiliki wadah yang baik dalam perbukuan bukanlah hal yang mustahil. Perhatian akan sumber bacaan ini ternyata banyak mengalir dari berbagai relawan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta komunitas yang peduli akan arus keilmuan. Contohnya saja seperti kumpulan anak muda di bogor yang menyebut dirinya arteri. dengan bermodal buku bacaan anak dan buku sastra yang sedikit lapuk dimakan waktu, mereka tetap konsisten menyuguhkan buku bagi siapa saja yang haus akan pengetahuan. Semoga kepedulian mereka menjadi Ilham bagi pemerintah, untuk bisa menyediakan sarana buku yang lebih baik lagi. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini