Beranda Berita Kasus Penggelapan Tanah di Kosambi Mulai Terang

Kasus Penggelapan Tanah di Kosambi Mulai Terang

0

Sidang lanjutan kasus tindak pidana pemalsuan ke dalam Akta Autentik terhadap korban Adipurna Sukarti kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang pada Selasa (28/11/2017). Fakta persidangan mulai terungkap setelah dihadirkan saksi mahkota.

Sidang yang diketuai Majelis Hakim Hasanudin pada hari ini beragendakan mendengarkan keterangan dari saksi mahkota yakni Rustiana. Rustiana merupakan notaris yang diminta membuat Akta oleh terdakwa.

Akta tersebut bahkan diperlihatkan dalam persidangan. Rustiana membawanya dan dipertunjukan kepada Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum, serta kuasa hukum terdakwa.

Disebutkan Akta tersebut tidak ditanda tangani Sukarti  yang merupakan pemberi modal.

“Memang hanya mereka (terdakwa) saja yang tanda tangan. Mereka bilangnya nanti pak Sukarti mau paraf, saya sudah buat Aktanya,” ujar Rustiana saat bersaksi di PN Tangerang, Selasa (28/11/2017).

Majelis Hakim pun menanyakan kepada saksi. Terkait keberaniannya membuat Akta tanpa menghadirkan pihak dari Sukarti.

“Pada saat itu isi Aktanya memang tidak mengubah kepemilikan saham,” ucapnya.

Bahkan Jaksa Penuntut Umum, Marolop hendak mengetahui apa ada transaksi di balik dibuatnya Akta tersebut. Padahal tidak memenuhi kuorum dalam pembuatannya.

“Kalau itu saya lupa pak,” jawab Rustiana sambil menunduk.

Usai persidangan Jaksa Penuntut Umum, Marolop Hamonangan tetap berpendapat bahwa dalam perkara ini terdakwa telah  memberikan keterangan tidak sesuai saat membuat Akta Autentik. Jadi jelas kedua terdakwa patut dijerat Pasal 266 Ayat (1) KUHP Juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus ini berawal ketika Sukarti bekerja sama dengan Yusuf Ngadiman dan ayah Suryadi Wongso yaitu Salim Wongso dengan menyertakan modal senilai Rp 8,15 miliar pada tahun 1999.

Modal tersebut digunakan untuk membeli tanah seluas 45 hektar di Desa Salembaran Jati, Kosambi, Kabupaten Tangerang.

Sukarti kemudian dijadikan pemegang saham pada PT Salembaran Jati Mulya dengan mendapatkan saham sebesar 30 persen. Sedangkan Ngadiman dan Salim menerima 35 persen per orang.

Kepemilikan saham tercantum pada Akta tertanggal 8 Februari 1999. Namun selama kerja sama berjalan, Sukarti tidak pernah dibagi keuntungan.

Bahkan Sukarti tidak mengetahui saat Salim Wongso meninggal dunia mewariskan sahamnya kepada putranya Suryadi Wongso pada tahun 2001.

Pada 2008 Sukarti yang menerima informasi bahwa Ngadiman dan Suryadi Wongso telah menjual aset PT Salembaran Jati Mulya. Akhirnya Sukarti melaporkan perkara ini ke Bareskrim Mabes Polri. (Nji)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini