National Geographic Indonesia telah menyelenggarakan sebuah acara untuk perayaan Tahun Baru Imlek di Mall Bintaro Exchange. Acara itu telah dilaksanakan sejak tahun 2014 lalu dan telah terhitung tiga kali penyelenggaraan.
“Acara talkshow dengan mengangkat tema tentang Pecinan Lasem ini untuk memperingati Tahun Baru Imlek,” terang Dio, Panitia Acara Talkshow, Sabtu (27/02/2016).
Peringatan Imlek tersebut selalu dilaksanakan pada bulan Februari selalu menghadirkan kisah feature tentang Pecinan di Nusantara. Pada tahun 2014 lalu, National Geographic Indonesia mengangkat Pecinan Benteng Tangerang yang bercerita tentang pusat budaya benteng yang berada di Lekukan Sungai Cisadane. Menariknya pembangunan di sekitar sungai tersebut sudah banyak karena sebelumnya tanah-tanah merupakan milik opsir China.
Pada tahun 2015 mengangkat Pecinan Timor dengan menjelaskan bagaimana asal-usul Cina Timor. Sedangkan untuk tahun 2016 adalah dengan mengambil tema tentang Pecinan Lasem.
“Kami sudah tiga kali ini menyelenggarakan kegiatan semacam ini. Pada tahun 2014 mengangkat tentang Pecinan Benteng Tangerang, lalu pada tahun 2015 mengambil tema tentang Pecinan Timor dan tahun ini ambil tema tentang Pecinan Lasem”, terang Mahandis Yoanata Thamrin, Editor National Geographic Indonesia.
National Geographic Indonesia ingin membahas tentang budaya Cina Tionghoa yang ala National Geographic, yakni ada apa di balik budaya Cina karena sejak tahun 60-an hingga 1999 masyarakat etnis Tionghoa ini terkekang kemudia pada tahun 2002 Gus Dur meresmikan Tahun Baru Imlek sebagai Peringatan Hari Besar Nasional dan telah mendapat pengakuan.
“National Geographic Indonesia ingin membahas tentang budaya Cina Tionghoa yang ala National Geographic. Kemudia pada saat sekarang, kaum Tionghoa membuka lembaran kalender baru dan Tahun Baru Imlek bukan sekedar perayaan untuk kaum Tionghoa melainkan sebuah ikhtiar bagi Bangsa Indonesia untuk menghargai keragaman budaya di Indonesia”, tambah Mahandis.
Tionghoa merupakan bagian dari Indonesia dan bukanlah asing. Memang orang-orang Belanda mengelompokkan Indonesia menjadi bermacam etnis, orang Jawa, Sunda, Tionghoa dan sebagainya. Pun Tionghoa memiliki keterkaitan sejarah dengan Indonesia.
“Tionghoa itu memiliki keterkaitan sejarah dengan Indonesia lho. Karena selama ini kan Tionghoa itu dianggap bukan bagian dari Indonesia. Hal itu juga yang perlu dipahami oleh semua orang di Indonesia”, imbuh Mahandis.
Kerukunan antara etnis Tionghoa dengan etnis Jawa khususnya Lasem sebenarnya telah terjalin dengan baik sejak tahun 1970-an.
Kebudayaan Jawa pun telah menjadi kebudayaan Tionghoa. Hal ini terlihat dengan pengguaan gamelan di Klenteng Lasem yang telah dipakai sejak lama. Bahkan tokoh agama yang biasa dipanggil dengan Kyai ini pun memiliki sebuah hubungan bisnis yang baik dengan kaum Tionghoa.
Selama ini tidak ada pertengakaran yang menjadikan kerikil tajam antara etnis Tionghoa dengan Jawa.
“Kerukunan antara etnis Tionghoa dengan etnis Jawa khususnya Lasem sebenarnya telah terjalin dengan baik sejak tahun 1970-an. Kedua etnis di Lasem ini melebur dengan baik sehingga dapat hidup dengan rukun,” jelas Agni Malagina, Pemerhati Budaya Tionghoa. (Ana)