Sekira 200 orang warga Kecamatan Cadasari, Kabupaten Pandeglang, melakukan aksi unjuk rasa yang keempat kali ke kantor Pemkab Pandeglang. Massa melakukan aksinya di depan pintu gerbang sebelah selatan Pendopo Bupati dengan berorasi menggunakan pengeras suara bergantian.
Sama seperti pada aksi sebelumnya, massa yang sebagian besarnya santri ini meminta Pemkab Pandeglang tidak memberikan izin apapun kepada PT Tirta Fresindo Jaya (TFJ) yang akan mendirikan pabrik pembuatan air minum kemasan di Desa Karamat, Kecamatan Cadasari.
Juru bicara pengunjuk rasa, KH Oni Syahroni, mengatakan unjuk rasa warga kali ini hanya melibatkan warga Kecamayan Casadasari karena PT Tirta Fresindo Jaya (TFJ) tetap melakukan aktivitas pembangunan pabrik pada areal lahan bagian depan yang masuk wilayah Cadasari. Areal bagian belakang yang masuk wilayah Kecamatan Baros, Kabupaten Serang, tidak digarap oleh PT TFJ setelah gelombang aksi unjuk rasa penolakan dilakukan lebih dari sepuluh kali.
“Padahal kawasannya kan sama, karena lahannya berada di wilayah perbatasan. PT TFJ tetap ngotot. Mereka tetap melakukan aktivitas pembangunan pabrik. Heran, mereka kok berani benar, padahal penolakan warga ini untuk tidak ada aktivitas apapun di kawasan tersebut,” ujar KH Oni Syahroni.
Bupati Pandeglang Irna Narulita yang menemui pengunjuk rasa berjanji akan mempertimbangkan aspirasi warga. Namun Bupati dinilai oleh warga pernyataannya membuat pesimistis karena terkesan memberikan dukungan terhadap investasi PT TFJ.
“Investasi PT TFJ itu ke depan sangat bagus untuk pertumbuhan ekonomi dan akan menyerap banyak tenaga kerja. Jadi kami harap warga juga memahami aspek manfaatnya. Meskipun begitu, aspirasi Bapak-bapak akan kami pertimbangkan,” kata Bupati, Rabu (4/5/2016).
KH Oni Syahroni adalah pengasuh Pondok Pesantren Riyadul Awwamil, Cangkudu, Kecamatan Baros, Kabupaten Serang, yang selama ini menjadi salah satu ujung tombak aksi warga menolak investasi PT TFJ. Penolakan ini karena investasi PT TFJ berpotensi akan menyedot jutaan kubik air tanah yang berada salam cekungan di bawah lahan milik PT TFJ.
Dalam peta nasional geohidrologi, lahan seluas 22 haktare yang dibebaskan dari warga itu, pada kedalaman 100-150 meter dari permukaan tanah terdapat cekungan penampung air yang terinvestarisasi di Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup dengan sebutan Cekungan Air Tanah (CAT) Serang-Tangerang. Cekungan ini menampung kurang-lebih 500 juta kubik air dalam setahun yang disuplai dari tiga gunung yang berafa di wilayah Pandeglang, yaitu Gunung Aseupan, Gunung Karang, dan Gunung Pulosari (Akarsari).
“Lahan di atasnya itu adalah sawah produktif. Pemerintah juga telah menetapkan bahwa areal pertanian di atasnya itu sebagai kawasan ketahanan pangan berkelanjutan yang tidak boleh dialih fungsi. Siapa pun yang melakukan alih fungsi lahan itu diancam pidana. PT TFJ terus saja melakukan pembangunan, padahal kami terus-menerus menolak. Peran pemeeintah juga tidak ada, bahkan terkesan membiarkan, padahal aktivitas mereka tanpa izin. Heran saya,” ungkap KH Oni.
Terkait penyidikan yang dilakukan Polda Banten atas dugaan pidana pengrusakan pagar yang dibangun PT TFJ di bagian belakang yang tujuannya memisahkan antara areal Cadasari dan Baros, KH Oni menyatakan bahwa jika Polda terlaksana menetapkan tersangka, mereka akan melawan sampai titik darah penghabisan.
“Jika polda berani menetapkan tersangka, ribuan santri siap menyerbu Mapolda. Sebab ini bukan saja menyangkut kebutuhan air, tapi kami menilai ini adalah jihad karena dalam upaya melawan kesewenang-wenangan orang kafir. Polda itu seharusnya menyidik pihak perusahaana karena melakukan aktivitas tanpa izin. Pihak calo tanah dan orang Pemkab Pandeglang juga periksa, karena memberikan izin pelepasan hak atas kawasan konservasi itu,” ujar KH Oni.
Sementara Ketua Umum Majelis Pesantren Salafi (MPS) Provinsi Banten, KH Matin Syarkowi, menyatakan MPS akan segera melaporkan ke penegak hukum terkait pengerusakan fasilitas umum yang dilakukan oleh PT TFJ saat ground breaking (perataan tanah). Dua fasilitas umum yang dirusak itu adalah infrastruktur MCK yang dibangun melalui program PNPM dan sumber mata air purba yang selama ini dimanfaatkan warga.
“Kami akan melaporkannya ke kejaksaan. Karena kalau ke polisi saya pesimis akan ditindaklanjuti. Draf laporan sedang kami susun. Dokumen laporan itu akan kami tembuskan juga ke pemerintah pusat dan lembaga swadaya yang konsen di bidang lingkungan,” jelas KH Matin Syarkowi yang sehari-hari adalah pimpinan Yayasan Al-Fathaniyah yang bergerak pada bidang pendidikan umum berbasis pesantren salafi. (Amd)