Pengamat Militer dan Intelijen Dr Susaningtyas Kertopati, memberikan pendapatnya terkait lingkungan strategis pasca pertemuan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in yang berlangsung pada 27 April 2018.
Menurutnya, pasca deklarasi Panmunjeon perlu dicermati dua scenario yang paling menonjol. Pertama, kata Nuning, skenario moderat untuk dunia global yaitu meredanya ketegangan Amerika Serikat vs Korea Utara menyusul pertemuan Donald Trump dan Kim Jong Un beberapa waktu mendatang. Korea Utara membuka pintu IAEA untuk membuktikan janji denuklirisasi sekaligus membangun kepercayaan.
“Jika Korea Utara benar-benar menepati Deklarasi Panmunjeon, maka kompetisi di Asia Pasifik tinggal fokus menghadapi Cina di Laut Cina Timur dan Laut Cina Selatan. Kedua Korea dan Jepang dapat menjadi sekutu baru bagi Amerika Serikat,” ujarnya kepada tangerangonline.id, Senin, (30/4/18).
Kedua, lanjutnya, skenario ambiguitas, di mana Korea Utara tidak sepenuhnya menepati Deklarasi Panmunjeon akibat pengaruh baru dari Rusia. Perseteruan Korea Utara vs Amerika Serikat memasuki tahapan yang belum terbayangkan sebelumnya.
Dikatakan, Korea Utara tetap menjadi boneka Rusia dalam menghadapi hegemoni Amerika Serikat di Pasifik Barat. Justru kekuatan Rusia bergeser ke pangkalan di Vladivostok akan memberi tekanan baru kepada Korea Utara.
“Kedua skenario tersebut dapat diuji dalam dua bulan pertama, mengingat perang dagang Cina vs Amerika Serikat memasuki babakan baru yang lebih serius,” ucap Dr Susaningtyas Kertopati yang akrab disapa Nuning itu.
Nuning melanjutkan, tekanan dolar terhadap yuan minggu lalu sedikit banyak mempengaruhi stabilitas rupiah. Pemerintah harus mewaspadai kemungkian pengalihan perhatian yang tertuju kepada Deklarasi Panmunjeon ketimbang perang dagang Cina vs Amerika Serikat.
Mantan Anggota DPR RI ini menambahkan, bila kita cermati kondisi di kawasan, maka ada tiga hal penting yang harus dikawal pasca Deklarasi Panmunjeon soal Perdamaian, Kesejahteraan dan Unifikasi di Semenanjung Korea ini yaitu denuklirisasi, trust building (membangun kepercayaan) dan humanitarian supports (dukungan humanitarian).
Bagi Indonesia, tambahnya lagi, harus lebih memperkuat basis pertahanan di bawah kerangka Asean Political-Security Community sekaligus menjalin kerjasama militer dengan negara yang jelas-jelas memiliki senjata nuklir dan memiliki hubungan emosional yang erat berlatar belakang sejarah.
“Selain itu, penting mencegah Indonesia sebagai medan pertempuran hegemoni Amerika dan hegemoni China dalam perspektif perang ekonomi. Indonesia merupakan arena kompetisi kedua negara untuk memperkokoh pengaruh mereka di kawasan Asia Tenggara,” tutupnya. (MRZ)