Bandara Internasional Soekarno-Hatta merupakan bandara terluas di Indonesia. Pengadaan atau pembebasan lahan bandara yang kini dikunjungi sedikitnya 60 juta penumpang setiap tahunnya itu mulai dibangun pada tahun 1975.
Namun tidak banyak yang mengetahui dalam pengadaan lahan bandara yang berada di Kota Tangerang itu, sebanyak 4 Desa hilang. Tidak hanya itu, sebagian wilayah dari 7 desa yang berada di sisi Bandara Soekarno-Hatta saat ini juga dibebaskan dari warga.
Empat desa yang hilang ketika pengadaan lahan pembangunan Bandara Internasional Soekarno-Hatta, yakni Desa Bengaok, Desa Kandang Sapi, Desa Jepaok dan Desa Pajang.
“Yang sekarang jadi Hotel Sheraton itu dan sebagian wilayah Soewarna, yang ada kuburan (makam) Kramat itu dulunya kampung (Desa) Bengaok,” kata Isman (67) kepada tangerangonline.id di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Senin (16/5/2016).
Yang kedua kata Isman, sesudah digusur sekitar tahun 1975, Desa Kandang Sapi menjadi Terminal 1 dan sebagian Terminal Kargo.
“Sebelum digusur (dibebaskan) Terminal 1 itu dulunya Desa Kandang Sapi,” ungkap pria yang pernah menjadi karyawan dalam pembangunan Bandara Soekarno-Hatta.
Desa yang ketiga adalah Desa Pajang yang saat ini menjadi area Garuda Indonesia City, kantor Aviation Security dan pengendapan Bis Damri di Jalan M2 Bandara Soekarno-Hatta.
“Kalau Desa Pajang dulunya deket M1, sekarang yang jadi GMF, kantor Security sama pengendapan bis, saya tahu persis kalau yang disitu,” beber Isman.
Menurut Isman, yang keempat yakni Desa Jepaok yang kini sudah hilang dan menjadi Terminal 2 Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
“Kalau Terminal 2 sekarang ini, dulunya kampung Jepaok. Banyak rawa dulu disitu, saya ingat waktu bersihin lahannya,” cerita warga Rawa Burung, Kabupaten Tengerang ini.
Sementara lahan sebagian wilayah dari 8 desa yang termasuk dalam pembebasan tersebut yakni Desa Batu Ceper, Desa Selapajang, Desa Rawa Rengas, Desa Rawa Jati, Desa Benda, Desa Juru Mudi, Desa Rawa Bokor. (Rmt)